Ave Caesar

Suara manja, poni miring kemerahan itu
gadis manis pemikat hatiku
Caesar! Terlalu sangar untuk gadis
sebuah nama yang pantas untuk dikagumi

Hendak aku memilikinya
kemudian tertikung semacam pembalap

Sambaran petir laksana ledekan langit
Muncratan air laksana tangis bahagia
kebahagiaan pembalap itu

AVE CAESAR!
ave caesar!
Julius Caesar memiliki banyak wilayah
dan Caesar yang satu ini
bukan berperang untuk mendapatkan
tapi hanya tersenyum untuk mendapatkan

Hujan deras akhir November
Pentas kilat awal Desember
Lima tahun, satu gadis, diriku

29 November 2012

Melankolis Tragis

Mungkin hanya beberapa orang yang akan mengerti maksud dari judul yang terpilih itu. Karena saya orangnya phlegmatis dan terkadang melankolis perihal cinta, nah sepertinya blog ini akan kembali ke blog lama lagi. Damn!

Dari pertama ceritanya cuma sekedar cerita dan stimulus yang diberikan cukup nikmat, walaupun sebenarnya respon sebagai kelanjutan stimulus itu terlalu tinggi. Ekspektasi terlalu tinggi, realita nihil. Yaah, namanya juga kasmaran diam-diam, datang perlahan dan mati perlahan.
Gadis yang sejak kecil dimanjakan oleh kelimpahan materi yang dimiliki orang tuanya, mungkin memang belum cocok untuk kaum sederhana-hina macam aku ini. Sebelum kuteruskan perjuangan, dan ternyata malah didahului oleh lelaki yang mungkin satu kaum seperti gadis itu. Kisah-kisah cinta zaman dulu pernah berkata bahwa materi bukanlah segalanya untuk urusan cinta. Holy shit! Untuk ukuran zaman ini? Materi sangat pengaruh terhadap suatu relasi/hubungan yang tercipta.
Penampilan fisik yang terlalu tua, menjijikkan, semacam seorang lelaki berkepala tiga, mungkin juga penghalang. Ada beberapa teman yang usul untuk cari wanita sebaya.. Ya, maksudnya wanita berkepala tiga lebih cocok untuk fisik tua seperti ini.

Pernah berkata bahwa belum mau kembali berurusan dengan cinta, tapi realita berkata lain. Rasanya sekolah homogen dengan para sejenis brengsek terkadang membuat bosan. Well, sekolah homogen, lawan jenis dari sekolah kami terkadang menjanjikan, tapi semua jaim dan akhirnya berakhirlah perjuangan ini.

Tambang, pisau, pistol dan beberapa peluru
masing-masing dari mereka saling berteriak
macam pedagang menawarkan suatu produk

Frustasi oleh cinta
depresi oleh kasih tak sampai

Gadis itu berlimpah materi orang tuanya
Sedangkan aku hanya kaum sederhana hina

Tawamu, kuharapkan
Senyummu, kunanti
Manjamu, kurindu

Bulan terlalu biru
Malam ini ramai
diramaikan oleh barang-barang yang berteriak di kepala ini
semacam para tentara yang kehilangan keluarganya
Sama disini

Jika kau punya pistol, tembakkan di pelipisku
Jika kau punya pisau, hujamkan ke jantungku
Jika kau punya tambang, ikat leherku dan gantungkanlah

"TOLOL!
Terkadang mati tak semudah itu!"
Kaumku menyadarkan
dan sekarang hanya tawa sinis yang ku lontarkan
Barang-barang itu akan berguna nanti
mungkin lain kali

~Yombie Yang Maha Tahu, Maha Tempe dan Maha Gembus

SRI WEDARI

Terbentuklah kelompok hina ini. Berawal dari gang setan, menjadi kelompok gila. Dimana para pikiran tak tersampaikan akhirnya tertumpahkan di dalam dinamika-dinamika kecu.



Dari kiri ke kanan:
Gera, Tony, Yudhis, Denis

Sajak Kematian

Kematian memang menakutkan,
Dokter berkata "lima,"
suster menundukkan kepala,
tanda ketakutan atas kematian.

Terkadang,
masalah-masalah yang datang
menguji kesiapan mental
Terlalu bersedih
atas situasi yang selalu menguji,
sang bocah berteriak "TAHI!!"

Penyakit menjadi katalisator,
perlahan menjadi tumor.

"Mungkin mati muda lebih baik,
dua puluh satu kurang satu hari kurasa cukup."
 Tetesan air mata atau peluh karena ketakutan sulit dibedakan,
giginya gemertak, badannya panas-dingin.
Hampir collapse!
Busa putih kemerahan keluar,
busa campur darah,
racikan yang tepat oleh tubuh tua itu
seakan memberikan kesan sangar dalam sebuah kematian,
meskipun bocah itu masih enam belas, tanggal empat belas bulan ini.

Penyakit menjadi katalisator,
perlahan menjadi tumor.

Kecerobohan pengendara
pengalaman yang sangat sengsara.
Di satu sisi dia menginginkan kematian itu,
kematian tabu
Hanya tertawa gila,
melihat tetesan darah,
cairan nanah.
Mungkin dia menjadi objek pariwisata,
para pengendara lain hanya linglung melihatnya.
Dimana mereka semua?
kehadiran mahkluk sosial cuma sebatas slogan

Penyakit menjadi katalisator,
perlahan menjadi tumor.

Xavier Daniswara