Coward. Chicken.

Banyak orang yang menggunakan nama yang mereka sengaja pakai karena ada beberapa hal, yang dapat memperkuat alasan mengapa mereka memakai nama palsu tersebut.

Pengecut.

Nama ini tidak datang dengan sendirinya, pasti ada kisahnya, artinya, dan alasannya. Kisah pertama makai istilah Pengecut untuk nama palsu ini ga istimewa banget. Karena nama ini diambil dari beberapa refleksi hidup yang dikemas secara ringkas dan menghasilkan nama: Pengecut. Yap, kehidupan saya lebih kecut dari aslinya. Ah, ehm, maksudnya... Sejak kecil stereotype Pengecut sudah tertempel di diri anak gendut ini (sekarang menciut bukan main, mas. Lemaknya pindah ke pantat doang).

Pengecut kecil. Dia anak yang cengeng yang gampang nangis kalau sesuatu yang dia ga merasa dia perbuat dituduhkan ke dirinya. Karena kerasnya hidup lebih keras dari batu kali, seiring bertambah umur, dia mengurangi kecengengannya. Sedikit demi sedikit. Walaupun sifat melankolis saat itu sempat keluar lagi ketika memiliki kekasih, dan sekarang sifat itu sudah tersembunyi lagi.
Pengecut kecil. Dia sudah berubah menjadi cowok macho, yang tetap saja pengecut. Demi massa! *geleng-geleng*

**

Suatu hal yang sangat menguatkanku mengambil nama itu, ketika kesalahpahaman teman di jurusan sosial membaca dagelan dari seorang guru yang saat itu saya tweet. Kabar itu sudah tersebarluaskan seketika. Karena cepatnya akses komunikasi masa kini. Matilah ku!
Pulang sekolah. Ketika biasanya mereka menyapa atau kusapa. Ada yang aneh.

Santo Petrus!! Merjay, (rumah kelima setelah diruntut) akhirnya jadi tempat pengetahuan akan masalah yang dibuat sendiri. Berusaha minta maaf langsung dilakukan, dengan modal hape lawas (yang kalau dijual cuma diketawain sama mbak-mbak jaga tokonya) langsung sms satu-satu mereka yang nantinya bakal membiru-lebamkan muka ini. Cyber-bullying dilawan dengan Cyber-sorrying. Impas? Sejak itu hingga kini hubungan kami masih 'sedikit' terkotaki. Kaum mereka dengan ku. Kaum mereka dengan kaum macamku.

**

Pengecut.
Tidak berani mengambil tindakan tegas.
Pengecut.
Cengeng.
Penakut.
Tidak berani kerasnya hidup.
Jika diumpamakan bola bekel, mereka yang bukan pengecut pastinya langsung mantul. Beda denganku. Bukan mantul, tapi diam di tempat.


In the hooy,


Pengecut.

Sekolah? Penting?

Sebuah rekaman suara berdurasi 10 menit 7 detik oleh Deddy Corbuzier. Dengarkan ini baik-baik. Kalau perlu dengarkan bersama orang tua anda.

pentingkah sekolah? by Deddy Corbuzier

Lost Pressure.


Minggu, 6 Januari 2013

                Kemarin. Suatu hari yang bukan seperti biasanya. Kali ini pikiranku sempat tertekan oleh ancaman orang tua perihal ekspektasi mereka tentang pendidikan yang sedang aku perjuangkan. Klasik. Aku jamin hampir semua orang tua akan memberi nasihat-nasihat sarkasme atau bahkan sampai umpatan yang sebenarnya bermaksud membelokkan kita kembali ke jalan yang sebenarnya. Pelarian dari tanah kelahiran menuju tanah pendidikan. Laksana menggenapi kalimat-kalimat yang teruntai pada lagu Tanah yang Indah Untuk Para Terabaikan, Rusak dan Ditinggalkan. Bukan semata-mata untuk menghindari orang tua, tapi memang sudah cukup waktu untuk membiarkan orang tua saya berhenti menaikkan tangga nada setiap melihat sosok lelaki gondrong di rumahnya.

*
                Sepasang orang tua dari orang tua saya pun harus mengucapkan beberapa nasihat sarkasme, sepertinya ini suatu adat istiadat yang selalu diturunkan setiap generasi. Seakan mereka bergantung pada satu-satunya lelaki di generasi ketiga yang diharapkan meneruskan generasi mereka. Tidak. Keinginan untuk meneruskan generasi keempat tidak pernah dan tidak akan ada. Aku akan menjauh dari generasi kedua itu dan membuktikan bahwa generasiku akan berbeda sin 60 derajat dari kekacauan yang mereka buat sendiri. Menghilang dari peradaban, kemudian tampil sebagai adab yang baru.
*

                Pelarian terpenuhi, inbox pun penuh oleh mereka yang silih berganti meributkan makhluk ini. Brama. Aloysius Bramadintyo. Bukan sahabat, aku tak pernah memiliki sahabat yang selalu tetap [hanya itu, gak ada yang lain]. Karena memiliki sahabat terkesan memilih-milih teman, menurutku. Sosok yang kukenal secara tak sengaja, saat itu sering kuejek. "Gita Gutawa!!" ,kubilang. Dia cuma nyengar-nyengir karena memang tidak mengenal seseorang yang mengejek dia saat itu. Setengah tahun kemudian, kami dipertemukan disebuah komunitas. Teater. Dia juga yang memperkenalkan dengan Jenny [kemudian mengganti nama, FSTVLST].

Kemarin Sabtu, 5 Januari 2013.
Lama tak berjumpa. Terimakasih mas Farid Stevy Asta dan rekan-rekan Festivalist yang memaksa peluh ini keluar. Gak pernah nyangka kan mandi saat konser? Terima kasih atas hantaman-hantaman teman-teman yang tidak saya kenal disana. Terima kasih untuk ludah-ludah yang mungkin sampai sekarang belum kering di jaket. Matur nuwun Ewalduce yang menawarkan "Gentong" ringan dan "Kaung" yang katanya membahana wadaw badai.
                Setelah bersenang-senang didalam ruangan tak berventilasi, kemudian bersakit-sakit di lapangan parkir hingga tengah-tengah jalan Gejayan. Hanya untuk membangkitkan jiwa Brama yang mati (jiwa, baca: mesin motor). Namanya juga usaha dini hari. Di lain sisi jiwa-jiwa muda beraksi menghancurkan tubuh mereka di diskotik, ataupun tempat tongkrongan mereka. Tiba-tiba mesin motor sudah panas, dan siap mengantarkan tubuh gemuk Brama itu untuk pulang. Entah Setan atau Malaikat yang membantu, yang pasti bukan Bulan.

Danke,

Pengecut.