Van Gogh diatas Paramount Bed

Setelah turun di stasiun yang akan mengantarku lebih dekat jaraknya ke rumah, aku membaca brosur itu berulang-ulang. Sama seperti ketika kita buang air besar dan kita tertarik untuk membaca keterangan di balik botol sabun atau shampoo. Bahkan dalam perjalanan tidak ada yang tergagas--ku anggap. Mungkin saja aku telah melewati pengemis yang tersungkur kedinginan di bawah lampu trotoar perlu selimut untuk melawan dingin, atau aku melangkahi pra-mayat yang merintih setelah digebuki oleh perampok malam. Aku bukan tipe orang yang begal-able, sodom-able, atau berbagai able yang ditakutkan oleh orang orang. Penampilanku tidak memikat. Itu salah satu alasan mengapa aku tidak pernah mengalami kejadian buruk pada malam hari. Salah dua nya, aku tidak memiliki pasangan hidup sampai umur ku sekarang ini.

Kakiku melangkah ke antah berantah. Ke suatu tempat dimana angin menghembuskan tulang berkulit ini. Sambil berpikir tentang keganjilan di halaman parkir stasiun. Wajar saja karena taksi, becak, ojek di stasiun itu entah kenapa selalu enggan mangkal di malam hari. Mungkin saja karena pemikiranku tentang kemungkinan-kemungkinan kereta malam yang akan 'meramaikan' suasana malam bisa terjadi kapan saja. Kereta malam yang saling tabrak, lalu terjadi ledakan dan membuat suasana hingar bingar. Para asongan, kaki lima, dan pedagang yang sudah membayar penuh warungnya di stasiun itu kehilangan modal atau barang dagangan yang menjadi modal, kata mahasiswa akuntansi. Dan masing-masing dari mereka berharap dagangannya masih layak jual agar keturunannya dapat meneruskan hasil jerih payahnya yang sudah dirintis bertahun-tahun. Sangat bertentangan dengan keadaanku. Aku tidak pernah akan bisa menjadi seorang businessman, wiraswasta, atau pekerjaan apapun yang harus dirintis lalu diserahkan pada keturunannya di akhir hayat. Bagaimana bisa aku menjadi orang macam mereka kalau kalau tidak ada janin? Iya kan? Janin perlu sperma dan telur untuk ada. Aku punya sperma, tapi telur? Bisa saja, kalau aku hermaprodit? Hermaprodit? Manusia yang memiliki dua kelamin? Bocah-bocah akan gilo atau tertawa mendengar istilah itu. Kamu--mereka, makhluk itu, harus mengalami rasa sakit menstruasi setiap bulan sebelum merasakan puncak kesakitan sunat. Lalu ketika ulang tahun ke delapan belas, makhluk itu sudah legal berhubungan badan dengan lawan jenis. Lawan jenis bagaimana kalau misal dua-dua nya di miliki satu orang? Dua kelamin, satu orang? Apa nikmatnya hermaprodit berhubungan badan dengan makhluk yang sama sekali tidak mempunyai kelamin? Ya kan? Manekin? Bisa kau pikirkan betapa susahnya memasukkan batang itu ke dalam lubang di bawahnya. Batang yang tegang di atas, harus di tekuk dahulu ke bawah lalu hermaprodit baru bisa di sebut berhubungan sendiri.

"Amalgamated ya.. ?"
Suara dari belakang menyentakkan tubuhku. Aneh saja, biasanya tak ada orang di jam jam malam seperti ini. Dan aneh juga, ada orang yang mendekatiku. Aku kan sudah bilang, kalau aku tidak rupawan, penampilanku tidak memikat. Jadi pantas saja kan kalau aku bertanya tanya? Toh siapa tahu dia orang penting yang tersesat di sekitar sini.

"Dapat darimana brosur itu?"
Anu.. seseorang di stasiun.
"Iya kah? Aku juga naik kereta! Kamu juga naik kereta malam terakhir kah?"
Kedua sebelum terakhir.
"Yaah, aku kira kita satu jadwal kereta.. Tapi.... um.. kereta mu satu jam lebih awal dari kereta terakhir, lalu mengapa kamu masih di sini?"
Aku sedang mencari kesunyian.
"Di taman seperti ini? Malam malam seperti ini? K-...."
Dini hari. Sela ku memotong omongannya.
"Oh iya, dini hari. Kenapa?

Gadis ini terlalu cerewet. Dia ingin tahu apa saja dari orang yang ia temui, ia lihat, dan ia kagumi. Tapi aku tidak mengagumkan, katanya. Aku misterius. Siapa orang yang sedang berjalan santai di malam gelap nan sunyi, di taman remang tanpa bunyi? Pikirnya. Aku sih wajar-wajar saja, karena rumahku terlalu ramai. Bukan kondisi rumahku yang tidak kondusif. Ayahku bukan seorang pemabuk yang akan datang di pagi-pagi buta, lalu Ibuku menyambut muntahan dari lelaki tersayang nya yang mengarah ke wajah Ibu. Bukan. Melainkan Bapak dari lain rumah yang sering memuntahi apa saja ke Ibuku. Ibuku yang selalu menunggui suaminya yang berteman dengan larut. Tetapi bajingan berbau alkohol itu yang setiap kali tidur di sofa ruang tamu rumah kami.
Bapak itu semi-pengangguran. Istri dan anaknya lari dan hidup dengan orang lain yang lebih dari Bapak ini. Rumahnya yang di sebelah rumah ku sudah tidak bisa untuk menonton TV dan kegiatan sewajarnya. Perusahaan listrik sudah mencabutnya karena dia tidak pernah membayar uang bulanan. Pekerjaannya hanyalah menunggu suatu tren kejahatan baru yang selalu ditampilkan oleh berbagai stasiun televisi di dunia. Aneh kan? Peran TV sekarang sudah berbeda. Berita-berita yang di tampilkan untuk khalayak umum bersifat mendidik dan menghibur. Tapi jika berita yang ditampilkan segalanya adalah tentang kejahatan, ulah-ulah manusia yang ingin membunuh manusia dengan berbagai macam makanan campuran bahan kimia jahat, apakah peran televisi masih untuk mendidik dan menghibur? Ya. Masih. Mendidik para calon penjahat baru, dan menghibur para psikopat yang sudah terlalu jenuh dengan volume manusia yang terlalu banyak di Bumi. Jadi intinya aku sering hidup serumah dengan penjahat bajingan satu itu. Tapi dia tidak pernah menerapkan kejahatan apapun ke keluargaku. Dosa sekecil apapun. Berbohong sekalipun dia tidak pernah melakukannya. Pernah suatu hari dia pulang ke rumah kami dalam keadaan sempoyongan dan menangis. Ia bercerita semua ke Ibu tentang kriminalitasnya waktu itu. Ia merampok satu gadis yang lewat di jalan sepi dekat jalan besar. Lalu setelah mengambil semua barangnya dan ingin membuang jasadnya, ternyata yang dirampoknya adalah anak gadisnya yang dibawa istrinya hidup dengan lelaki lain. Baru satu-dua hari ini rumah kami kehilangan kehadiran bajingan satu ini.

"Siapa namanya?"
Norris. Namanya terlalu keren untuk kisahnya yang begitu.
Seperti apa ...

*

Kepala ku pening. Nafasku terengah-engah tetapi jantungku berdegup lemah, dan sungguh, terlalu sakit untuk membuka mata terlalu cepat karena aku bertemu gadis yang tidak mungkin bisa kutemui di dunia nyata. Gadis yang bisa dibilang terlalu kurus untuk ukuran gadis lain dan dia terlalu proporsional jika disandingkan berdiri maupun duduk bersamaku. Gadis dengan rambut sebahu, gadis dengan kacamata frame sedang berwarna hitam yang lesung pipitnya membuatku merana ingin bertemu dengannya lagi. Gadis yang ingin segera kutulis dan analisis dalam mimpiku di notes milikku. Bukan diary tapi sebuah catatan. Notes, notebook. Buku kecil seukuran smartphone, dengan cover kulit sintetis berwarna hitam. Seperti catatan perjalanan yang dimiliki semua pelancong. Sebut aku tidak penting? Tapi apa kamu tahu pelukis terkenal abad 19 dia melukis ketika terbangun dari tidurnya. Demi ingin mengabadikan mimpinya. Lalu kau akan semakin menyebutku gila. Karena banyak orang menyebut Van Gogh pelukis gila. Iya benar dia gila karena epilepsi lobus temporal nya yang menyiksanya. Tapi apa memang cukup dengan epilepsi yang membuat pelukis itu bunuh diri dan memotong telinga nya? Apa kau tahu, untuk kematian satu orang, lebih dari 150 psikiater dari penjuru dunia berkumpul dan berdebat, lalu menghasilkan setidaknya 30 diagnosis penyakit yang berbeda? Schizoprenia, bipolar disorder, syphillis, keracunan cat, epilepsi, malnutrisi, kelebihan kerja, insomnia, alkoholik dan poryphyria akut. Apa diagnosis itu kurang untuk membuat orang terkenal kala itu menjadi gila dan membunuh dirinya sendiri?

Kelopak mataku akhirnya terbuka dan aku melihat cahaya absurd yang bergerak cepat dari bawah kelopak mataku menuju atas lalu menghilang dan digantikan oleh cahaya lainnya yang datang dari bawah. Seluruh badanku perih dan pegal. Apakah aku terjatuh dari tempat tidur? Ku tak tahu. Lalu perlahan lahan aku melihat keramaian di sekitarku. Mereka berlari menuju suatu tempat bersama sama. Menarik tubuhku dan tempat ku terbaring. Mungkin saja ini masih mimpi tapi aku tak peduli. Nafasku menjadi lemah, mungkin karena sosok gadis yang kutemui itu membuat otakku menjadi rileks dari terbangunnya aku secara tiba-tiba setelah bermimpi. Tapi rileks ku bisa saja karena sebab lain. Bisa saja karena visual yang kulihat memang benar? Aku seperti berada dalam satu ruangan dimana lima orang mengelilingi tempat tidurku. Dua di sisi kanan, dua di sisi kiri, dan satu di sisi atas kepalaku. Lalu perlahan-lahan pandanganku semakin kabur. Bulu mataku membuat visualku meremang, abu-abu. Sepertinya aku masih terlalu lelah. Aku akan melanjutkan istirahatku, aku tidak akan memperdulikan mereka. Mungkin mereka hanya 5 dari orang yang hadir di mimpiku. Mungkin setelah ini aku akan terbangun. Setelah... ini...




"Mahesa, kamu harus kuat ya..."