Idiot, isn't he?


Sepertinya sebulan terakhir. Saya merasa ada beberapa hal yang sama dengan manusia ini. Mulai dari tekanan hingga nasib yang hampir sama.


Tingginya frekuensi 'numpang' di rumahnya perlahan-lahan keluarlah beberapa cerita-cerita, sampai pada titik dimana kami berdua gila. Dimana banyolan-banyolan kami menjadi sangat busuk.


Sosok yang lebih tua dari usia asli memang terkadang punya dua sosok dalam diri orang itu. Dia memang lebih sering menunjukkan sosok goblok nya dibanding sosok lain dirinya. Nah, itu penyebabnya dia lebih suka dibuat menjadi bahan banyol teman-temannya.
Jika konsep tentang pahala benar adanya, aku yakin dia akan masuk ke surga lebih dulu.
Konsep pahala,
  • Upah dari kebaikan di dunia adalah pahala.
  • Kebaikan misalnya,
    • memberi yang kurang
    • membantu (semampunya)
    • membuat orang lain senang << inti dari konsep.
Mereka senang, mereka akan tersenyum. Mereka sangat senang, mereka akan tertawa. Emosi positif yang sangat kelihatan sejak kita lahir. Kebanyakan dari mereka (orang tertekan) selalu membutuhkan sosok seperti dia. Kenapa sekarang sangat banyak acara TV berkaitan dengan komedi? Mereka butuh refreshing sesaat, walaupun harus merusak mata mereka karena radiasi televisi.

Dia lebih sering membiarkan mereka menertawakan dirinya. Sejak saat itu gerak-geriknya selalu diperhatikan beberapa orang, yang nantinya akan menertawakannya juga.

Tapi.. Apakah pernah sempat berpikir, apakah komedian juga pernah/sering tertekan? Tentunya! Hidupku yang penuh cela-banyolan ini terkadang tertekan oleh hal dimana tidak seharusnya ada dalam tempat yang cocok. Aku mengibaratkan, job desk yang salah. Jika beberapa guru wali pernah ngrasani di belakang bahwa celetukan ku selalu membuat suasana pecah, maka sejak saat itu aku percaya. Hidupku cuma numpang di panggung komedi.
Lalu, jika saya tertekan, bagaimana dengan manusia berpahala banyak ini? Dia juga manusia, dia juga tertekan. Pernah dan sering. Tuntutan hidup yang semakin tinggi dengan celaan, banyolan yang terkadang tidak di saat yang tepat membuat komedian amatir ini tertekan di beberapa saat. Dipikirkan, direnungkan, sampai dia butuh waktu untuk melupakannya lalu melanjutkan job desk nya di dunia ini.

Terkadang di beberapa waktu yang tidak kusangka. Sosok dewasanya keluar. Pernah memberikan hal-hal yang tidak pernah kudengar, selain kalimat-kalimat macam magic mushroom nya.
Entahlah..

Mungkin teori dan konsep yang ada di otaknya lebih rumit dari hal-hal yang ada di cerebrum kita. Lucu. Rumit. Lalu bagaimana kedua hal ini bisa tercampur dalam otaknya? Lucu lebih simpel. Sedangkan hal-hal Rumit, kupikir tidak bisa diterima di otaknya begitu saja. Seakan-akan otak nya seperti memiliki alat untuk memproses lebih canggih dari milik kita. Membuat hal Lucu dan hal Rumit, menyatu seperti koloid. Dispersi lucu dalam rumit, atau malah rumit dalam lucu.
Di beberapa waktu juga dia tidak bisa menerima kerumitan yang orang lain buat, tapi ketika dia melontarkan kerumitan menurutnya, kita jarang bisa mengerti.


Dialog ini yang sering terngiang, teringat.

"Orang pintar itu kasihan. Otaknya bekerja lebih keras daripada yang seharusnya. Nah, otak bekerja keras itu bikin usianya lebih pendek daripada seharusnya. Cepet mati. Berarti dewe uripe bakal dawa! (berarti, kita hidupnya bakal panjang umur!)"

"Iyo, tur kesuwen.." jawabnya singkat.
(iya, tapi kelamaan.)




He isn't idiot. He just different with others.

Leave a Reply