Bangku Taman Putih

Sepasang kekasih baru sedang berjalan di senja hari memadu kasih. Sang gadis berceloteh menceritakan gosip dan fakta yang ia jumpai hari lalu. Sang laki bercerita tentang kesehariannya di kantor. Mereka sangat senang sekejap hilang dari rutinitas. Lalu mereka kelelahan dan melihat sekitar. "Aku capek," ungkap gadis. Tetiba lelaki menggendong gadis di pundak kanan nya. Berlari kecil. Gadis terkikik geli pada perutnya.
Pada taman itu terdapat bangku tua. Putih warnanya. Mereka duduk disana melihat orang orang berlalu lalang menghabiskan sore mereka yang syahdu. Gadis berbisik menceritakan cerita lucu yang tak pernah terjadi pada semua orang yang lewat di depan mereka. Mereka menahan tawa sampai mukanya merah. Semerah cakrawala senja itu.
"yuk, pulang?" Waktu sudah menunjukkan hari nya habis. Beranjaklah mereka dari bangku taman itu. Berjalan pelan dan mereka merasa aneh. Semua orang yang melewati mereka lalu tertawa pada mereka. "Apa ada yang salah dengan kita?" Mungkin ini karma, bisa jadi. Lalu mereka mempercepat langkah sambil menahan malu.

Orang orang tertawa karena melihat sisi belakang mereka.

Ruwat Ruwet!

Kedhini-Kedhana. Kami terlahir begitu. Kakakku perempuan dan aku. Dengan terlahir sebagai anak yang bisa saja membuat nafsu Batara Kala memuncak lalu memakan kami pada saat dia lapar, membuat kami harus di ruwat. Ruwatan adalah sebuah ritual untuk menyingkirkan kesialan dari hidup seseorang ataupun membersihkan diri.

Aku lahir dan besar sebagai bayi yang penyakitan. Hampir setiap tahun (yang kuingat), aku mampir ke rumah sakit swasta dekat rumah eyang pada masa-masa itu. Bocah dengan tubuh ringkih, menghabiskan belasan juta untuk opname, kontrol, rawat jalan, dan segala macam obat yang mengisi aliran darah pada saat itu. Tahun beranjak tahun, masa berganti masa, bocah itu tumbuh remaja. Kesehatannya sudah berangsur baik tidak seperti masa kecilnya. Tapi, berganti. Kesialan selalu ada saja menghampirinya. Menapakkan kaki di bangku sekolah menengah pertama, masalah-masalah yang ia buat mulai terjadi. Masalah kecil menurutnya, tapi dibesar-besarkan yang lain, katanya. Dan sampai dia berumur delapan belas tahun, dia masih bercumbu hebat dengan sosok yang bernama masalah.

Aku ingat saat aku masih penyakitan. Fortuna ada di pihakku kala itu. Walaupun kondisi tubuh yang memprihatinkan tapi keberuntungan ada padaku. Aku tetap sembuh dan masih bisa melanjutkan hidup.

Aku juga ingat tepatnya saat Fortuna berpaling. Acara Ruwatan Massal kala itu. Aku ingat jelas tempatnya. Sebuah rumah joglo yang sudah di renovasi se-modern mungkin untuk di huni. Ramai peserta tapi tidak hanya anak-anak. Yang ku ingat kala itu yang anak-anak cuma seorang, aku. Banyak orang tua pengantar juga disana, bapak-bapak merokok sambil bercerita di teras joglo. Ibu-ibu menemani anaknya yang menjadi peserta Ruwat.

Lalu kami diminta maju satu persatu. Melakukan acara utama ruwatan. Lalu di sana ada semacam pastur (atau petinggi kejawen, aku lupa) menggunting rambut kami sebagian sekitar dua sampai tiga sentimeter untuk di kumpulkan di satu wadah dengan alas daun pisang di bagian atas wadah itu. Itu nanti diapakan? "Rambut-rambut itu nanti di larung ke pantai.." Larung itu apa? "Larung itu ditaruh di kapal-kapalan, trus di lepas di laut.." jawab Ibuk yang kala itu juga ikut berdoa, doanya lebih khusyuk daripada aku yang menjadi peserta ruwat. Tiba-tiba saja aku membayangkan, ketika aku mati nanti, aku ingin di larung. Betapa serunya terombang-ambing tenang di atas laut sambil memandang langit biru luas nan megah itu. 

Sudah sejak kecil, aku berpikiran apa itu mati, bagaimana rasanya, seperti apa reaksi orang-orang di dekatku, jika aku mati.

Tepat setelah Ibuk menjelaskan, lalu aku merasakan sakit perut yang teramat sakit. Di sisi kanan perut. Tapi rasanya seperti maag. Bapak bilang mungkin cuma mulas karena belum makan tadi. Tapi bukan, sakitnya teramat sangat dan sampai aku menangis meringis kesakitan memegangi perut bagian kanan ku. Pas, acara ruwatan sudah selesai dan peserta diperbolehkan mengambil makanan yang di prasmanan kan di dekat pintu keluar dari joglo itu. Bapak mengambilkan sop dan mencoba menyuapiku. Sudah, beberapa sendok tapi tetap saja sakit. Lalu Bapak berpamitan dengan segala yang dijumpai dalam perjalanan keluar dari joglo itu lalu bergegas pulang.

Perlahan-lahan sakit di sisi kanan perut itu menghilang dalam perjalanan, tapi aku tidak berani berkata sudah sembuh. Bisa saja aku dimarahi karena mungkin Bapak mengira aku hanya sakit dibuat-buat agar cepat pulang. Malam sudah lumayan larut, lalu aku beristirahat.


Pagi menjelang, kegiatan dimulai seperti biasa. Tapi hari demi hari aku merasa ada yang pergi. Fortuna! Fortuna kamu dimana?

Hidupku berubah dari itu tadi. Aku semakin menjauh dari penyakit, tapi keberuntungan menghilang, masalah datang. Sedangkan Kakak perempuanku masih tetap pada patronnya. Nilai nya makin gemilang, kepintarannya semakin matang. Prestasi-prestasinya semakin banyak. Jika dibandingkan dengan kakak perempuanku, hidupku tak ada apa-apanya. Aku masih saja mengurus diri sendiri yang membusuk dari hari ke hari. Iya kan?

Mungkin aku butuh ruwat lagi lain kali.

Ketergantungan

Manusia mandiri itu bullshit. Aku percaya ketika ada istilah Mandiri, itu hanya sebuah brand untuk Bank.

Menjadi mandiri bagi manusia itu tidak mungkin. Karena kita bergantung pada segala hal yang ada di dunia ini. Sesama, alam, bahkan apa yang diciptakan oleh manusia sendiri, kecanggihan.

Aku pernah mengalami fase dimana mencoba dan membanggakan kemandirian itu berawal dari kesombongan yang ada dalam diri manusia. Kesombongan yang didoktrinkan oleh orang tua kita, oleh sanak saudara kita, oleh ras yang sangat sombong ini. Manusia.

Mendiang

satu jatuh satu
dua jatuh tujuh
tujuh jatuh jatuh

runtuh luruh
gemuruh

harapan mu
luruh menjadi angan angan
dalam ruh
ruh biru menggebu gebu

angan beda angan
harapan sama harapan

kami konsumtif
produsen produktif produksi
konsumen konsumtif

miskin tak kuat beli
kaya tawarkan subsidi
miskin bilang
"Masih terlalu mahal"

kaya tawarkan subsidi
miskin beli
sederhana mengeryit, bilang
"Itu membuat miskin semakin miskin!"

kaya tarik subsidi
sederhana tertawa geli
miskin, miskin
sangat

Chaos.

syrbl

Mendung

Indah semuanya indah tak berbatas. Jangan bayangkan semuanya hina. Kehinaan itu tercipta karena kita berpikir itu hina. Apa kau tahu kalau ada orang-orang yang menganggap hina, tapi dari kehinaan yang mereka anggap ada sebagian orang lain menganggap kehinaan itu indah.

Susah?
Sepertinya aku perlu mempermudah. Ada orang yang benci takut terhadap ruangan luas, Agoraphobia. Sedangkan sebagian orang beranggapan luas itu menyenangkan.

Aku menulis di hari dimana sejak pagi sampai nanti langit gelap terpenuhi awan mendung yang bersesakan dalam angkasa yang luas. Angin berjalan terburu-buru membuat kita melihat ranting pohon kecil terhuyung-huyung ke utara. Debu berterbangan, tapi tidak menyakitkan. Batu pun bisa tergeser karena ulah angin yang kemrungsung. Di mana pukul sebelas yang seharusnya terang kadang panas menjengkelkan membuat kamarku masih gelap dan memerlukan sumber cahaya dari lampu yang biasa berhubungan dengan arus AC-DC itu.

Ibu ibu pasti akan takut mengeringkan cucian bajunya di pagi ini karena mereka takut kehujanan. Ayah ayah juga takut beraktifitas seperti membenarkan sesuatu di luar rumah karena takut ada apa-apa nantinya. Anak anak terlalu nyaman dengan tivi dan semakin sejuknya rumah.

Di sini aku menikmati pemandangan dari celah sempit tak seluas ruangan di kamar ini. Menyelesaikan lalu berlari menghela nafas di luar. Mengharap mendung ini selalu hadir di setiap hari. Setidaknya sehari ini.

Aku menyukainya mencintai mendung pagi ini. Kalau kau beranggapan kau gelap kau mendung, aku menyukaimu mencintaimu.

akhir november

bahagia di masa kecil yang ideal itu ...

Zaman oh jaman.


play ini untuk menemani kau membacanya

Jujur orang sepertiku tak bisa mengikuti lagi zaman yang semakin penuh dengan kebobrokan yang dianggap sebagai ke-wah-an mayoritas di dunia ini. Gadget yang selalu keluar, produksi rokok serta alkohol yang semakin banyak jenis nya, kendaraan-kendaraan yang saling berlomba dalam inovasi. Tapi sepertinya tidak akan jauh-jauh ketika aku bekerja. Sama saja aku muna karena memang kemunafikan yang diutamakan di dunia ini.

di masa kau terlahir
orang-orang berpapasan berinteraksi mengenakan topeng topeng duniawi yang membuat mereka beranggapan akan membuat nyaman setiap individu yang mereka jumpai. Kata kata manis pujian hiburan biasa mereka ucap semuanya demi kepentingan mereka masing masing. Kau terlahir di masa maha muna.

Ketika aku berbahagia dalam masa kecil, bensin yang murah bagi masa kini tidak membuat kami--anak kecil--bertindak yang aneh-aneh. Satu liter bensin merupakan sangu yang sangat mewah di kala kecil saat itu. Bocah yang biasa jajan seharga satu liter bensin atau lebih selalu kuanggap mereka adalah bocah yang lebih makmur daripada ku.

Ketika aku berbahagia dalam masa kecil, kendaraan paling gahar adalah sepeda. Dimana muffler yang paling sangar adalah bekas gelas air mineral yang di selipkan di sela sela rangka dan ban pada sepeda itu. Dimana freestyle paling keren ketika kami bisa mengayuh dengan cepat lalu berbelok sambil mengerem. Namanya ngepot.

Ketika aku berbahagia dalam masa kecil, gadget paling canggih adalah rengekan. Saat dimana teriakan sedih, air yang keluar dari mata dan hidung dapat membuat orang tua kami mengeluarkan uang setidaknya seharga satu liter bensin agar dapat membuat kami tenang dan tidak lagi merengek.

Ketika aku berbahagia dalam masa kecil, game terindah merupakan permainan bola di kampung. Tanpa alas kaki, bola plastik, dan segala kekuatan tubuh untuk menunjukkan diri bahwa kitalah orang yang paling kuat paling jago di sepakbola tarkam itu. Dan ketika usai, kami pulang dan menunjukkan setiap kapalan, luka bahkan kuku jari kaki yang terkelupas dan berdarah kepada ayah. Lalu Ayah akan kagum atas segala kebodohan yang kami anggap sangar itu.

Ketika aku berbahagia dalam masa kecil, fesyen terpopuler masa itu adalah aparel yang dijual di swalayan terdekat dari rumah. Celana 3/4 merupakan celana terlaris kala itu, semakin gombrong semakin kamu terlihat paling keren dari bocah-bocah yang lain. Kala itu kami tidak pernah iri dengan label di kaos bocah lain, yang ada hanyalah kami iri karena kami belum punya yang seperti itu. Belum ada masa kami ingin semakin mengungguli masa kami ingin menjadi trendsetter. Kami masih terlalu mainstream.

Ketika aku berbahagia dalam masa kecil, sosial media tereksis masa itu adalah dolan. Masa ketika perumahan bukan semacam penjara bagi bocah bocah di masa kini. Masa ketika kumpul-kumpul di pinggir jalan bercanda saling pukul dalam tawa masih belum mendapat stigma: gondes, mendes, kimcil, koncil. Masa dimana kami jahil jahilnya. Masa dimana pertemanan belum di dunia maya. Masa dimana teman itu nyata.

Ketika aku berbahagia dalam masa kecil, jahil merupakan kejahatan tersering bagi semua bocah. Masa dimana bullying dilakukan dengan langsung. Masa dimana bullying dilakukan dengan tidak bersembunyi di balik kata mention, reply.

Ketika aku berbahagia dalam masa kecil, makanan yang datang setelah dipesan langsung dimakan dengan tidak melupakan doa sebelumnya. Masa dimana belum mengupload foto makanan ke internet bukanlah ritual sebelum makan di masa kini. Masa dimana generasi kami bukan generasi pamer.

Selalu saja generasi menghakimi generasi. Generasi selalu bangga akan generasinya sendiri. Jangan menyangkal karena ada masa dimana generasi mu lebih baik dari generasi di bawahmu, generasi mu merupakan jelek di mata generasi atasmu.
Karena kita selalu beranggapan semakin canggih dunia ini semakin memburuk generasi selanjutnya. Di mata kita.

Leveled Up!

Terima kasih. Pelukan dingin dari udara dini hari dan beberapa gigit-gigit kecil serangga, disini kurayakan hal yang tak biasa kurayakan.

Aku tak biasa merayakan tanggal ini. Aku tidak begitu suka, karena hari-hari sama saja. Apa ada yang berbeda? Mungkin teman-teman yang mengucap, mungkin juga teman-teman yang memalak, mungkin juga teman-teman yang tak acuh.

Apa yang kupikirkan setiap tanggal ini adalah saat dimana sudah genap tiga ratus enam puluh lima hari aku berusaha hidup di dunia muna ini. Konflik, kritik, pelik. Membosankan. Sudah berapa kali aku mengatakan bahwa hidup ini mulai terlihat membosankan? Cuma cekikik-cekikik bersama teman-teman yang membuatnya tidak begitu terlihat bosan. Tapi tetap sejatinya bosan. Bosan.



Lucu tak, kalau saja ada hal yang membuat jam ku berhenti berputar? Baterai habis, korsleting? Terbanting?

Anggap

Aku bukan lelaki yang layak dikagumi. Aku cuma ingin dianggap seperti angin. Dingin. Ada. Aku binatang, cuma binatang. Anggap saja aku ada. Jangan pernah menginginkan ku karena aku binatang liar yang tak layak pelihara. Jangan pernah mengelukanku karena aku bukan Tuhan mu yang layak kau puja.

Aku cuma lelaki penuh pencitraan.

Anggap, Aku ada, saja.

Hadir Tiada.

Di masa lalu nya yang bersenang-senang, lalu dia mendapatkan yang sederhana; bahkan kadang sederhana itu menjadi tak berpunya--sekarang ini. Mungkin akan mengecewakan dan tidak lucu sama sekali. Alasannya, aku takut. Tak memiliki kereta besi, rumah yang disebut mewah, hobi bahkan sampai apapun yang layak dibanggakan, dipamerkan dan dibusungkan agar ketika dia berjalan bersama ku dia tidak malu, tidak canggung. Selalu saja yang identik dengan diri ini adalah masalah, masalah, tingkah. Yang selalu saja meng-geger-kan suasana. Muka yang ketika pertama kali bertemu akan ditanyai, "pengedar atau pemakai, mas?" atau ketika semua anak kecil akan menangis ketakutan melihatku.

Hidupku tak indah sama sekali. Penyesalan karena dilahirkan sering sekali. Bukan karena aku lahir di kondisi keluarga yang sama sekali tidak seperti harapan seluruh keluarga macam kami, tidak. Keluargaku lebih keren dibanding kalian semua. Dibandingkan keluarga RI1 disana itu. Dibanding seluruh keluarga sholeh pada setiap sinetron bulan Ramadhan. Selalu saja teman-teman bilang bahwa aku kudu ngoyo dalam segala hal. Nantinya akan kutagih sendiri janji Maha.

Pesimistis, kau selalu bilang mereka selalu bilang kalian selalu bilang.

Kalau kau ingin bersamaku bahagialah dalam ketiadaan.



Aku hanya ingin suatu waktu menghilang dan mereka tak tahu dimana.

Kuba, Jenny, I hope your Mom is allright.

Shutting eyes down. Taking a deep breath. And I just want to screaming all out. The phase of my stress is already happened. We fight a lot. You satirize a lot. I hurt you a lot. And both of us confused what are we actually.. And if you're still bleeding, you're the lucky ones. 'Cause most of our feelings, they are dead and they are gone. You bored, saturated with me, surfeited with us. Isn't that right? I'm a man who have nothing. I'm just the man who have to fighting my constellations or waiting my broken hand line coming true.

Kuba, Jenny, tell to your Mom, Dad is trying to apologize.


Whatevermakesyouhappy, whateveryouwant. You'resofuckingspecial. IwishIwasspecial. ButI'macreep, I'maweirdo.

Lagu ini begitu begitu menusuk. Aku menyahihkan kalau aku menjadi nista kala aku mendengar lagu ini. Aku selalu masih bisa tersenyum bahkan tertawa saat pemakaman, ketika ada teman yang sakit, lalu mereka mulai menggumam dan membicarakan aku kalau orang ini tidak pernah bisa serius dan selalu mengabaikan situasi dan keadaan.
Tapi sejatinya masih ada cairan melankolis yang sedikit terlihat. Aku akan selalu melankolik untuk segala hal tentang hubungan. Yang aku sayangkan... bayangkan ketika kau berada dalam satu tempat yang sama, tapi kau tidak bisa menghabiskan waktu bersamanya. Kami berada dalam satu kota yang sama, satu daerah yang kurang lebih terpaut 10km, dan kami masih saja tidak bisa menatap mata kami satu sama lain. Kami menatap teks-teks satu sama lain. Mungkin saja tulisan-tulisanku indah. Tapi kamu perlu melihatku secara langsung. Tapi apalah.. I am a weirdo... Wie?


When you were here before
Couldn't look you in the eye
You're just like an angel
Your skin makes me cry
You float like a feather
In a beautiful world
I wish I was special
You're so fucking special

But I 'm a creep
I 'm a weirdo
What the hell am I doing here?
I don't belong here

I don't care if it hurts
I want to have control
I want a perfect body
I want a perfect soul
I want you to notice
When I'm not around
You're so fucking special
I wish I was special

But I'm a creep
I'm a weirdo
What the hell am I doing here?
I don't belong here

She's running out again
She's running out
She run, run, run run
Run

Whatever makes you happy
Whatever you want
You're so fucking special
I wish I was special
But I'm a creep
I'm a weirdo
What the hell am I doing here?
I don't belong here
I don't belong here.

Kesatuan di antara Perpecahan

Untuk melakukan judul itu sesungguhnya banyak cara. Tapi untukku, aku pikir tidak akan melakukannya untuk jangka pendek. Jangka panjang menurutku lebih bagus.

Pernahkah kamu iseng mencari tahu tentang berbagai orang kudus di agama mu? Aku sering. Sampai-sampai aku banyak diejek, dihujat bahwa orang kudus yang kutemukan itu adalah orang kudus gereja iblis, aliran sesat. Tapi biarlah kalau mereka tidak tahu.

Jangka panjang yang kupikirkan adalah: memberi nama kepada calon anak. Aku menemukan dua Santo dari timur-tengah. St. Nimatullah Youssef Kassab Al-Hardini dan St. Charbel Makhlouf muridnya (dimana aku memakai namanya untuk panggilanku Syarbel). Nama Nimatullah di Indonesia lebih dikenal seperti nama muslim, padahal dia adalah orang kudus Kristiani dari timur-tengah. Nah, itulah yang kusebut kesatuan di antara perpecahan. Dengan angan-angan yang tinggi, dia bisa meneladani dan menjadi teladan keberagaman di negara ini.

Amin.





Lampiran:

St. Nimatullah's miracle: http://www.pondokrenungan.com/forum/viewtopic.php?f=4&t=2335

St. Charbel's miracle:


Tawa Soeharto

Kau harus tahu seberapa menakutkannya suatu tawa.
Kala itu tawa The Smiling General: Haha~ tanpa suatu yang aneh, lalu beberapa perusahaan pailit, orang-orang berkesusahan. Di lain waktu: Hahahahaha~ dengan mata sipit natural pada kalanya orang senang. Lalu beberapa perusahaan terlancarkan, sukses, dan orang-orang elite semakin besar.

Dan sampai sekarang masih beberapa orang yang tahu dan takut kala aku tertawa. Tentu saja, apa kalian pernah melihat aku marah? Tawa lebih baik. Tapi seribu tawa juga seribu arti. Tawa ku bisa saja: tawa iri, tawa cemburu, tawa senang, tawa tidak suka, tawa bahagia, tawa hina, tawa ... ? Ya, tawa.

Camkan.

-teringat artikel tentang tawa alm. Soeharto

Siklus Cacing

Lihatlah diriku. Semakin buruk saja. Ketika aku kecil aku dekat dengan keluarga dan orangtua. Lama-kelamaan semuanya hilang ketika memasuki masa bernama ABG (anak baru gede), aku tidak menyukai untuk dekat dan terlalu dekat dengan orangtua bahkan keluarga. Lucu sekali. Bahkan aku tidak tahu mengapa aku begitu.

Masa ABG aku lebih dekat dengan teman-teman. Tidak, bukan sahabat. Aku sepertinya tidak punya sahabat. Lihat masa-masa itu. Bahkan aku orang yang tidak bisa apa-apa tanpa teman. Pengecut lahir.

Lalu melanjutkan studi di luar kota. Aku sendiri, tapi masih dalam masa sebelumnya. Tak berkutik tanpa teman-temanku. Tahun kedua di luar kota mulai muncul masa baru. Pudar sudah. Sendiri, kesendirian, tanpa siapapun. Aku beberapa kali lebih suka dengan masa ini. Antara dijauhi atau sebaliknya? Aku yang menjauhi kah? Ingat saja perbedaannya. Aku lebih cuek setelah di luar kota dibanding ketika aku di kota asal. Banyak yang bilang begitu.

Apa yang aneh? Kenapa bisa berubah? Seperti siklus cacing, dari panjang lalu terpotong-potong. Tapi masih ada kemungkinan memanjang lagi.
Aku harap ini cuma siklus.. Aku harap..

Adil, Sibuk, dan Rasi Bintang.

Banyak waktu yang kuhabiskan di tempat tidur menanti sebuah kepastian akan dolan atau tidaknya diriku setiap hari. Karena sejatinya ketika sudah janjian untuk pergi, pada hari itu juga aku yakin aku tidak akan pergi. Satu pihak membatalkan. Lama-kelamaan terlihat siapa yang menjauh dan siapa yang sendiri. Kesendirian memang selalu membuat pilu, iri dan cemburu. Tapi apa gunanya? Kalau saja aku terus-terusan cemburu dengan kesibukan orang lain, lalu apa yang kudapat? Justru dengan kesendirian itu aku mengambil hal positifnya: aku diberi cukup banyak waktu untuk refleksi, pengenalan diri, dan semacam menangisi diri sendiri. Lumrah saja kalau akhir-akhir ini kau menemukanku tertawa, marah, dan berbicara dengan diri sendiri.

Katakan saja aku satu pikiran dengan Soeharto yang beralasan saat itu, saat dimana ketakutan akan komunis semakin luas. Dengan alasan-nya, seorang komunis dengan kesibukannya lama-lama akan mengalami keadaan yang namanya Alienasi. Tapi aku berpikir, dengan kesibukan; orang-orang yang mencintai kesibukan lama-lama akan membuat Alienasi dengan orang lain, namun lebih umum: keterasingan. Gampangnya, seorang suami yang sibuk bekerja, bahkan cinta akan pekerjaannya, keluarganya akan di-Alienasi-kan olehnya. Dan orang yang gila sibuk itu belum tentu sadar akan orang-orang yang merasakan pahitnya keterasingan. Matanya, rasanya, jiwanya akan tertutup. Bahkan kalimat-kalimat sarkas dan sindiran pun tidak membuatnya menyadari apa yang telah ia lakukan.

Biasanya orang yang sendirian itu terlihat kecil. Tanpa dukungan apapun, tanpa teman siapapun, tanpa kekuasaan kapanpun. Justru itu dengan kondisi kami sebagai makhluk kecil:

Makhluk kecil kembalilah dari tiada ke tiada. Berbahagialah dalam ketiadaan.
Soe Hok Gie

Kesendirian tidak selamanya pilu. Kesendirian justru membuka mata lebih lebar. Ada satu quotes oleh orang yang mati oleh kesendirian dan keterasingan.
Ada saatnya dalam hidupmu engkau ingin sendiri saja bersama angin menceritakan seluruh rahasia, lalu meneteskan air mata.
Bung Karno, 1933


Ada suatu waktu aku termenung di kamar mandi, berjongkok dan menahan nafas untuk mengeluarkan tahi. Lalu aku berpikir tentang yang namanya keadilan, tentang warisan; harta peninggalan. Aku mengkondisikan aku sebagai seorang kakek yang memiliki lima anak: lelaki sulung dan bungsu; tiga perempuan, dan kelima anak ini sudah berkeluarga. Aku memiliki 250 juta harta warisan dan aku ingin membagi untuk kelima anakku. Mungkin di mata anak-anakku yang namanya keadilan adalah ketika aku membagi 250 juta ini dengan rata, jadi masing-masing anak mendapatkan 50 juta yang sama tanpa perbedaan satupun.

Tapi kondisi yang benar di mata seorang kakek bijaksana adalah mengetahui kondisi anak-anaknya dulu. Apakah layak membagi rata harta warisannya? Dari kelima anak sejatinya ada satu anak perempuan yang berbeda dibanding empat saudara lainnya. Ketika empat saudara lainnya sudah memikirkan hari-hari pensiunnya dan masih sempat berlibur ke luar negri, satu anak perempuan ini masih sibuk bekerja sosial mungkin tanpa bayaran uang tapi dengan bayaran kepercayaan. Disamping itu pekerjaan kecil-kecil itu untuk membuatnya lupa sekejap akan tanggungjawab membiayai anaknya.

Lalu aku teringat satu teori keadilan yang dijelaskan saat pembelajaran masa SMA itu, pak Maryono yang mengatakan.

Suatu keadilan adalah saat kita membagi sesuai porsinya. Mungkin lebih pantas aku (sebagai kakek) membagi 30juta kepada empat anaknya yang sudah lebih dari cukup. Sisanya? Seratus tujuhpuluh juta akan kuberikan kepada anak perempuan khusus ini.





Sebuah rasi bintang, shio, dan garis tangan dianggap sebagai takdir yang sudah tertulis dan kita tinggal menjalani sisa hidup kita dengan patokan yang katanya sudah tertatahkan oleh alam.

Seperti lirik di lagu ini:



Sahabatmu, mungkin pernah bercerita
Tentang gelapnya hidupku
Dan bila kau percaya mereka
Kuharap kau.. kau memilahnya

Sahabatku, mungkin pernah bercerita
Tentang kerasnya hidupku
Dan bila kau tetap tak percaya
Biarkan aku membuktikannya

Reff:
Aku tak seperti yang kau bayangkan

Mungkin orang bisa saja terlihat riang dalam senyum di bibirnya, tapi siapa yang tahu kalau jauh di dalam senyum itu hanya tangisan? Hanya dirinya dan Tuhan yang tahu. Kenyang dengan kisah hidupnya yang kelam, selalu saja ada orang yang ingin membalik garis tangannya. Sebenarnya sah-sah saja orang sadar lalu berusaha keluar dari kesusahan.

Orang yang ingin menantang rasi bintang biasanya dalam keterpurukan. Entah keterpurukan ekonomi, sosial, bahkan kehormatan. Coba lihat cerita-cerita orang terpuruk yang sukses? Latar belakang yang umum
  1. Keterpurukan ekonomi: dia bersumpah akan membuat keluarganya kelak akan makmur dan berbeda dengan keluarganya sekarang.
  2. Keterpurukan sosial: dia di bully, hina. Lalu dia ingin membalas dendam menjadi petinggi suatu jabatan dan akan menunjukkan bahwa dirinya tidak layak diperlakukan buruk di masa lalu.
  3. Keterpurukan kehormatan: karena suatu hal sepele keluarganya dipandang rendah dan diremehkan. Lalu dia ingin mengambil kehormatan keluarganya kembali.
Selalu itu-itu saja cerita yang terkenal. Tapi itu memang benar. Apakah kalian tidak sadar? Apakah kalian jarang merasakan kesindirian lalu tidak terbuka matamu? Semuanya itu sahih. Bahkan aku ingin mendapatkan lagi hak-hak yang sebenarnya layak kudapatkan. Lalu kutunjukkan kepada mereka semua yang angkuh dan sombong. Aku bukan dengki, tapi ini sikap orang terpuruk.
Ini adalah emosi melankoli.
Melankoli datang dari rasa tak memiliki.
 Marja
(Ayu Utami)

Trialog? Debat tentang Generasi.

Memiliki posisi atau jabatan yang layak itu sangat dicari-cari oleh orang. Kecuali orang itu memang terlahir sebagai bayi dalam keluarga terpandang. Misal saja aku lahir dengan nama Soekarnoputra, Soeharto ataupun Bakrie di nama belakangku sudah pasti aku mendapat tempat di negara ini.

Gusti dan aku suka membahas tentang suatu permasalahan, lalu mencari titik salahnya dan kalau bisa kami tarik kesimpulan. Pernah suatu waktu permasalahan yang kami bahas sudah kami tarik kesimpulan, tapi tetap saja tidak bisa terselesaikan. Lalu hampir satu minggu, Brama kebetulan juga diajak untuk berefleksi.

Permasalahannya tentang bagaimana seseorang bisa dipandang.

Awalnya Gusti hanya bercerita tentang nakalnya anak muda zaman sekarang. Berbeda dengan zaman dulu, Gusti berkata, saat kita (kami) masih bocah tolok ukur suatu kenakalan adalah saat dimana kita berkumpul dengan anak-anak begundal. Anak-anak merokok, pemabuk, tapi tidak menggunakan obat saat itu. Di mata orang tua, anaknya yang berkumpul dengan begundal-begundal seperti mereka akan dimarahi habis-habisan. Mereka takut dengan pergaulan yang aneh-aneh.

Lalu titik dimana semuanya jungkir balik, ndas nggo sikil; sikil nggo ndas semuanya berubah. Remaja-remaja zaman itu beberapa sudah menjadi orangtua dan mereka mulai bisa disebut dengan penganten baru, orangtua baru. Permasalahan saat ini berbeda. Rokok dan alkohol sudah biasa di mata orang tua, dengan alasan mereka juga pernah mengalami. Parahnya, dengan segala pemakluman itu, generasi setelahnya semakin rusak. Entah clubbing, free sex, cheat on partner itu sudah terkenal di generasi ini. Sayangnya, para orangtua yang masih muda itu kebanyakan ingin menempatkan dirinya sebagai teman bagi anak-anaknya. Maka tak jarang kita jumpai segala macam jenis selfie oleh Ibu dan anak gadisnya, misalnya. Sering pula kita jumpai segala macam tweet, status, atau personal messages yg tertulis: Happy Birthday Mom! Happy birthday dad! Lalu segala jenis ABG akan memberikan 'sok perhatian' pada para pelaku itu.

Menurutku, generasiku, teman-teman seusiaku merupakan angkatan titik balik dari jungkir baliknya zaman. Ampasnya, hampir semua adik-adik sudah biasa-biasa saja mengalami party, clubbing, dugem, mabuk, dan rokok. Teman-temanku saat seusia kalian (satu-dua tahun dibawah) masih tabu untuk terang-terangan mengaku bahwa sudah pernah merokok, mabuk, bahkan dugem yang paling tabu. Lah sekarang? Mengakulah.

Awalnya kami langsung berpikir itu mulai menjadi gengsi bagi mereka. Tapi Gusti mengatakan bahwa tidak sedangkal itu. Aku mengiya. Brama cenderung menjadi tokoh Bilung ataupun Bagong. Gusti mengatakan bahwa seseorang itu selalu ingin dipandang.


"Menurutmu, apa yang membuat lelaki diberi apresiasi, semacam respek?" Ga tau, jawabku. "Kalo menurutku Otot dan Otak." Benar-benar saja, aku mengiya. Siapa yang tidak akan menghormati Preman dengan tubuh kekar mengerikan? Siapa yang tidak menghormati seorang penemu seperti Einstein?

"Tapi ya nggak bisa kalo sesepele itu. Kalau cuma otot tapi dia goblok? Si A misalnya, dia kekar tapi setiap pelajaran selalu tidur. Lumrah saja kalau dia diolok-olok." Brama memberi pernyataan.

Nah! Justru itu harus Otot dan Otak, sahutku. Si B badannya bagus dan dia pintar. Siapa yang mengejek dia?

"Tapi dia Cina!" sahut Bilung sambil terkekeh. "Ooh itungannya 'dosa asal' ?" tanya Gusti

Untung Tuhan menciptakan Adam dan Hawa bukan Cina, kataku. Lalu kami terkekeh bersama.


Kalau misal perempuan? Aku kira gengsi. Mungkin ada gadis yang gengsi dengan ini-itu. Aku facial, aku punya smartphone layar besar, aku rajin selfie, aku pernah clubbing, aku pernah mabuk, aku pernah ngrokok, aku pernah free sex (ekstrimnya), lalu sebagai perempuan yang lain tidak mau kalah. Lalu dengan cara-cara tabu bagi seorang perempuan itu mereka melakukannya semata-mata untuk gengsi dan dihargai.

Aku selalu berkata bahwa seorang pesimistis selalu memikirkan hal terburuk. Ya, aku melontarkan pernyataan ini:
Bagaimana kalau misal kau punya anak perempuan, lalu anak gadismu itu sebegitu nakalnya sampai-sampai kau tidak berani meladeninya?
Itu sempat terngiang-ngiang di kepala Gusti. Aku menjawab sendiri bahwa sejatinya aku tidak ingin memiliki anak perempuan. Toh kalau misalnya aku menikah. Lucu juga kami berpikiran terlalu jauh. Kekanak-kanakan? Tidak, kami futuristik.


Aku pernah mendengar seseorang membacakan tweet kurang lebih begini:
Di Indonesia, TK disodomi, SD ngeroyok temennya sampe mati, SMP bikin skandal video seksual, SMA tawuran. Oh indahnya negeri ini.

Sayang berbanding Lurus dengan Rindu.

Kerinduan selalu membuat tubuh kita untuk bertemu. Bertemu dengan orang, lingkungan, bahkan situasi yang kita rindukan. Misal saja seseorang merindukan situasi dimana jarum, selang, mesin bantu nafas menempel di tubuh. Bisa saja kita bisa merindukan keadaan itu kan? Sebuah kehebatan. Sebuah ke-wangun-an. Sebuah gengsi. Kenapa juga bisa gengsi? Mungkin saja bukan gengsi, dengan situasi sakit parah dalam keadaan yang kujelaskan diatas tadi orang ini mengharapkan kondisi yang sama, kondisi yang hangat keluarganya berkumpul memberi perhatian, memberi semangat untuk lekas sembuh. Orang yang sakit ini menyukai keadaan itu, keadaan dimana disemangati, keadaan saat perhatian tertuju padanyabukankah manusia gila perhatian? Makanya ada istilah caper. Ca-Per, cari perhatian. Tapi disamping itu, belum tentu orang sakit itu mengerti bahwa perhatian dan semangat yang diberi itu juga keresahan agar segera memutus biaya tanggungan hidupnya. Selalu ada hitam dalam putih.

Frekuensi bertemu 'kami' sangat sedikit. Wajar, aku sudah lulus dan dia masih sibuk dengan segala beban ketua organisasi sekolahnya. Aku selalu mengatakan kita harus bertemu, dia selalu meyakinkan kita tidak harus bertemu. Aku selalu iri dengan malam minggu teman lain, dia selalu meyakinkan bahwa hari 'kita' tidak hanya sabtu malam. Lalu aku iya-mengiyakan saja. Lantas suatu malam saat hampir satu bulan tidak dipertemukan, aku mengirim pesan pada suatu dini hari:

Apa kamu percaya bahwa sayang itu berbanding lurus dengan rindu?
Karena semakin kita merindu, kita semakin ingin bertemu, bercumbu, tapi selalu ada pilu. Semakin sayang pula yang kukatakan. Selalu ada putih dalam hitam.

Ada apa dengan istilah Homesick yang ketika waktu random kita bisa ingin sekali bertemu dengan orang-orang di rumah, lingkungan di sekitar rumah, dan suasana di dalam rumah. Konyol juga kalau ada yang merindukan "keramaian" di dalam rumahnya, tapi memang itu yang mereka rindukan.


Ada satu lagu di soundcloud, RusaMilitan namanya. Lagu ini sebenarnya untuk mengenang almarhum ??? dari vokalisnya. Coba dengarkan teduh musik dan dalami lirik.



waktu tergelincir sudah
tak hilang bayangan lembut jemarinya
menyeka deras air mata,
redakan isak tangisku.
canda nada ceritanya
tak luput dari telinga dan menggema
mengusik belaian duka lara,
antarku melawan lelah
#
Tinggal kisah,yang tergores dan terujar di akal ku.
cukup kah lembaran cerita merekam kasih itu.
berpuluh kali musim lalu
tak pernah terdengar keluh dibibirnya
demi harapan yang diam di tepi
hingga nafas terhitung ahkir.
#
Tinggal kisah,yang tergores dan terujar di akal ku.
cukup kah lembaran cerita merekam kasih itu.
mampukah berbait syair melantunkan rasa rindu.

PRJCT KSPN

Project Kesepian. Terjadi saat malam dimana umpan benci, caci maki, hingga hampir bunuh dan lukai mendera hati. Dimana aku sungguh sangat kesal dengan kata "sibuk" dan ingin kuupayakan untuk menghilangkan dari KBBI karena seseorang.


 ngantibosenkangen. Tweet satu-satunya akun ku di May 6th, 2014.


universal


ada rindu, ada pilu. putih.


ada rindu, ada pilu. hitam.


maximus aurelius daniswara. untuk si sulung.
(anak emas, si sulung hadiah dari Tuhan)


marilyn brooke and syarbel rectifying each others flaws.


bartholomew adimas daniswara. untuk bocah, adik si sulung.
(lelaki pengambil resiko anak daniswara yang terkasih)


syarbel and marilyn brooke is all the same but different, they like mirror.

virgil laliashvilli andjani daniswara. untuk si gadis tercantik.
(Laliashvilli gadis eksentrik yang ramah hadiah dari Tuhan)

Ada beberapa ucapan yang kudengar tapi samar-samar, malah seperti ucapan ini terucap dan berucap di otakku sendiri? (aku sering begitu). Suatu hubungan yang dimulai di masa SMA mungkin lebih langgeng dan kedepannya menjadi pasutri. Karena semasa kuliah kita akan disibukkan banyak hal, begitu juga orang lain (apabila kita jomblo kita akan berkesusahan menemukan tambatan hati).
Untuk amannya, mungkin.. Aku sudah menambatkan hati dan saling silang kelingking.

Diskusi Bapak dengan Anak, kini.

Mengingat betapa bodoh sekaligus pintarnya Ayah yang kumiliki, lalu melihat kilas balik "dialog bapak dengan anak, dulu," lalu aku ingin menunjukkan kepada kalian:

Mungkin bisa di klik kalau-kalau tidak kelihatan percakapannya.

Ketika kita dihadirkan di suatu kondisi dimana kita terbingungkan, kita perlu bertanya pada seseorang. Seseorang yang kita percaya. Entah itu pacar, entah itu teman dekat, entah itu kakak-adik, tapi yang paling cocok adalah orang tua.

Keluarga ku adalah keluarga lucu. Mungkin bisa semacam The Simpsons atau Family Guy, yang jelas tidak seperti keluarga cemara yang terlalu menye-menye. Untuk segala hal tentang relasi, Ibuk adalah orang terhebat. Relasi begitu macam segi manusia. Jadi Ibuk adalah orang tua yang selalu ingin tahu keadaan anak-anaknya, seperti
Saiki cedak karo sopo dek? Nek isa kekancan sik, ora aneh-aneh, fokus sinau sik.

Bocahe koyo piye? Sekolah ngendi? Keluargane piye?

Yang aku bingungkan, ketika Ibuk dihadirkan di suatu kondisi sebuah Emporium (Cafe) lalu ketika membayar bertemu dengan seorang Wanita yang bermasalah dengan kasirnya, lalu mereka bisa ngobrol panjang.
Hal lucu tentang Ibuk adalah: ketika Ibuk melihat perempuan yang kira-kira sebaya dengannya, dengan badan yang hampir sama gendutnya,
"Dek, Ibuk sama yang itu gendut mana"
 Dan hal yang tidak lama terjadi, aku ajak beliau ke Watu Gong lalu ada Ibu muda yang selfie dengan ponsel pintarnya. Ibuk dengan ponsel seadanya juga gamau kalah untuk selfie. Lalu? Lalu minta tolong anaknya memotret momen itu. Haw-haw


Sedangkan Bapak adalah orang tua dengan segala hal tentang kejeniusannya, dan kebodohannya tentu.. Untuk berbagai macam diskusi, ada baiknya dengan Bapak. Diskusi agama; pengambilan keputusan seperti sekolah maupun hal kecil seperti email di atas. Berbeda dengan Ibuk yang hadir untuk diskusi keuangan.

Hal yang paling tidak bisa terlupakan, kala itu aku menyukai sekali cerita wayang. Bahkan saat itu diluar kepala tentang semua ceritanya. Dari Arjunawiwaha sampai Arjuna, dari Ramayana sampai Mahabaratha, segala hal tentang jawa aku mengerti saat itu, kecuali kejawen. Lalu ada satu tokoh yang kucermati.
"Pak, kenapa Bima selalu ngomong basa jawa ngoko ke semua orang? Sama Kunthi pun dia begitu.."
"Di cerita wayang, banyak hal mengenai kehidupan. Tentang yang kamu tanyakan, Wrekudara bicara ngoko ke semua orang karena di cerita itu diajarkan kesetaraan. Wrekudara berharap semua di dunia ini setara satu sama lain. Tidak ada saling rebut kekuasaan atau saling sok berkuasa."
Setara. Begitu katanya. Lalu aku dipertemukan yang menyuarakan kesetaraan: FSTVLST. Dan kesetaraan itu membahagiakan.

Aih mabuk, kenapa sampai band?

Kalau kalian memperhatikan banyak keluarga yang "setara" tapi kebanyakan juga mereka mempunyai masalah keluarga. Kami berbeda. Kami benar-benar setara. Kami setara tapi masih menjaga tata krama. Coba saja lain waktu ketika bertemu.

Like Father, Like Son. Slogannya begitu, dan kenyataannya begitu. Kami berdua sama-sama "bodoh" dan kebetulan jenius. Walaupun jurusan bapak sosial, dan aku ilmu pasti, tapi segala hal yang bapak pelajari dalam kehidupannya bisa selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan anaknya.


 Doesn't like Father, doesn't like son.

Borjuis

Biarlah uangnya
habis untuk gengsi
Hidupnya hedonis
najis dan tertawa mringis

Doakan mereka
mati karena McFlurry

Margareth Cio-cio San

Untukmu,
gadis yang pernah melenguh,
mendesah dan menggelinjang
Olehku, oleh nafsuku

Kaulah gadis
yang memberi apa saja
untuk cinta,
dan aku hanya lelaki
yang memberi cinta
untuk nafsu semata.

Kumainkan lidah
di telingamu
Kau pun
Lehermu kubasuh
dengan liur
Kau pun
Lalu..
Kau ajak tanganku,
memetik dadamu

"Ambillah apa saja dariku!
Asalkan ku mendapat cintamu"

Maafkan daku, Margareth
Kau gadisku
Aku menaruh kasih,
serta kasihan untukmu
Aku ingin mendengar kabarmu
Anakmu,
atau mungkin anak kita
Darah daging dari nafsu biadab bapaknya

Kalau dia lelaki,
baiknya bernama Ibnu
Kalau dia gadis,
namanya Abigail
Nama yang kau inginkan,
dan kau tawarkan padaku
Untuk anak gadis kita kelak
Untuk anak gadis secantik dirimu, sayangku

Kau bak Cio-cio San
Bak Mikhal anak Saul, istri Daud
Bak Violetta di opera Verdi, La Traviata

Berilah kabar
bila kau berkesusahan
Padaku
Aku (yang pernah) mencintaimu

-untuk gadis yang sudah tersakiti

Tempe Batas

Tempe Patas? Bukan. Tempe Batas itu cuma istilah baru yang kubuat. Sebenarnya judul itu adalah Tahu Batas, mengerti akan batasan-batasan tertentu. Jangan sampai batas itu kau lampaui dan membuat orang risih dengan apa yang kau lakukan.

Kenapa Tempe? Andai semua hal mempunyai dasar yang sama seperti manusia, mereka akan memiliki rasa yang sama seperti yang kita miliki, dan Tempe akan mempunyai perasaan dominan iri. Iya lah! Tempe adalah hasil produksi dari kacang kedelai dalam proses pertama. Proses kedua adalah Tahu, selanjutnya gembus, lalu susu kedelai, lalu makanan babi. Dari sini kacang kedelai merupakan hal yang bermanfaat. Tempe adalah turunan pertama dari kacang kedelai, Tahu turunan Tempe dan seterusnya. Jelas yang seharusnya di prioritas kan untuk pertama adalah Tempe bukan Tahu, dalam segi gizi, dalam segi hasil produksi.

Alasan lain kenapa Tempe iri, karena dia tidak di-variatif-kan daripada Tahu. Coba lihat pedagang-pedagang yang menjual beragam variasi dari Tahu. Ada Tahu susur, tahu yang berisi sayur-sayur semacam wortel dan tauge. Tahu bakso, jelas berisi bakso tapi tanpa kuah dan tanpa mi. Ini kan suatu hal yang sangat nonsense untuk Tempe! Tahu itu 'kopong'. Ibaratnya ada dua pegawai, sebut saja A dan B. Si A produktif dan si B otaknya 'kopong' tapi unik. Lalu Bos memilih si B dan mempekerjakan di berbagai lini perusahaan. Sedangkan si A 'nelangsa' dengan keadaannya.


Intro yang terlalu panjang? Biarkan.

Kalau bingung, maka kembalilah kita dengan istilah Tahu Batas. Seseorang yang tahu batas tentu akan mengerti sampai mana dia harus berkelakuan. Misal, orang yang sudah capai, ngantuk, tidak boleh dipaksa belajar. Pemaksaan yang dilakukan itu cenderung menyiksa dirinya. Jika orang ngantuk itu sudah sampai menjelaskan alasan mengapa dia mengantuk dan masih saja kau memaksa, lebih baik anda segera mencari rel kereta terdekat lalu berbaring disana sampai kau melihat tubuhmu sendiri dari angkasa.
Bodohnya begini:

  • Orang yang sudah kembung, janganlah kau beri makanan.
  • Orang yang sudah lelap, jangan kau bangunkan.
  • Orang yang sedang khusyuk, jangan kau ajak dugem.
  • Orang yang sedang bosan, jangan kau ajak bertapa

Aku menemukan dua referensi bagus dari dua website pribadi, satu milik Tegar Refa Wisesa dan satunya milik Ilham Rizqi. Oh, ya. Kalau ingin melihat blog nya, sudah di mirror kok. Tinggal klik foto nya, sudah di auto-direct.

Terbagus menurutku milik Ilham Rizqi, karena artikelnya berjudul Tahu Diri, Tahu Batas lebih universal dan menjelaskan dalam kata-kata menakjubkan menurutku..
http://ilhamrizqi.com/2014/04/tahu-diri-tahu-batas/

Benar kan? Aku tidak kecewa menampilkan artikel miliknya disini.


Sedangkan milik Tri atau Refa atau Wis atau Sesa atau siapalah dia, perlu kuberi beberapa revisi yang benar menurutku.
http://trwisesa.blogspot.com/2012/11/kenali-batas-kemampuanmu.html
Saat membaca aku merasa tersinggung, karena pernyataan tentang pengecut yang dia cantumkan di artikel tersebut tidak benar di mata ku.
Pengecut selalu mencari alasan yang tidak-tidak dari kegagalannya, Iya.. Tapi,
Pengecut tidak musti bersolusi kosong atas kegagalannya. Pengecut juga punya solusi-solusi yang jelas. Selain itu, poin pertama tidak benar. Orang yang selalu menyerah tanpa mencoba terlebih dahulu itu bukan Pengecut, tapi pecundang. Jika tidak jadi mencoba terlebih dahulu, itu karena Pengecut justru memikirkan lebih berpikiran ke depan dan memikirkan hal terburuk yang bisa terjadi.

Lalu ada artikel lain tentang "Batasan dalam Komedi".
http://trwisesa.blogspot.com/2012/11/batasan-dalam-sebuah-komedi.html


DAAAAAAAN SELESAAII! Sudah terlalu lelah aku menatap monitor, sudah terlalu lelah berpikir saat dini hari seperti ini. Intinya,
Tidak semua orang berkemampuan sama sepertimu. Tempe Batasmu, Tempe Batasnya.
-mengingat malam di saat semua acara yang kau atur menjadi bubrah

Surat Terbuka untuk Menteri Pendidikan

Persiapan kami sudah mantap dalam menjalani Ujian Nasional 2014. Mulai dari mental sampai teknis pengerjaan soal-soal. Di awal Kemendikbud menyampaikan "kisi-kisi yang sama dengan tahun lalu," yang membuat kami para pelajar SMA angkatan 2014 belajar dari soal-soal tahun lalu bahkan membeli berbagai macam buku Siap UN 2014 dengan label kecil bertuliskan "sesuai dengan kisi-kisi" di pojok kanan atas seperti biasanya terlihat. Kami rajin meneliti ulang apabila ada satu cuil rumus yang terlupakan.


Tidak cuma dari siswa, guru-guru juga sudah menyiapkan pengajaran yang kami rasa sebagai penyempurnaan kegiatan belajar mengajar tahun lalu (angkatan di atas kami) agar nantinya nilai sempurna dapat di syukuri oleh kami para siswa, guru maupun sekolah tempat kami menimba ilmu. Suatu kebanggaan tersindiri apabila sekolah mendapatkan rerata yang bagus di provinsi. Saya bersekolah di salah satu sekolah swasta favorit di Sleman, dan sekolah saya mendidik keras tentang kejujuran dalam pengerjaan. Itu sebabnya sekolah kami tidak tergiur oleh tawaran soal-soal UN yang sudah terlebih dulu bocor, dibanding sekolah-sekolah yang sudah terekspos oleh pers dan televisi ataupun yang belum terkespos tentang penggunaan bocoran soal yang (katanya dibeli) seharga 10 juta sampai 15 juta. Untuk bukti tentang transaksi, saya tidak bisa memberikan karena saya cuma salah satu dari sepasang telinga yang mendengar dari orang-orang yang sudah melakukan hal busuk itu.


Sebenarnya ini cuma satu dari segelintir keluh kesah yang tertatahkan di media internet dikarenakan Ujian Nasional yang terlihat begitu membebani angkatan kami. Saya termasuk orang yang tak acuh untuk pendidikan karena memang saya tidak merasa sreg dalam menjalani pendidikan yang terasa konyol ini. Tapi setelah mendengarkan curahan hati teman-teman angkatan 2014 tentang eksperimen-eksperimen yang selalu dilakukan terhadap angkatan kami, saya mulai tergerak. Tentang UASBN yang pertama kali dilakukan untuk SD angkatan kami, tentang UN SMP dengan 5 paket soal berbeda juga diperuntukkan untuk angkatan kami, serta yang terakhir UN SMA dengan 20 paket soal, serta soal berstandar internasional, apalagi kisi-kisi yang melenceng dan jujur kami merasa tersinggung akan kebijakan Menteri Pendidikan yang baru memberi info akan standar yang dipakai dalam soal itu baru setelah para siswa selesai mengerjakan dan mengumpat atau menangis atau gelo atau semakin pasrah ataupun tertawa meratapi nasib.

Diperkuat oleh alasan-alasan beberapa orang yang mendukung saya menulis surat terbuka ini, saya mencari berbagai macam referensi yang bisa saja untuk menjatuhkan posisi Menteri Pendidikan, tapi bukan maksud saya untuk menjatuhkan. Kami cuma meminta pertanggungjawaban akan Ujian Nasional yang diadakan di masa pekan suci Katolik, bahkan Ujian Nasional lebih dalam hal menjadi objek umpatan daripada Yudas Iskariot di misa yang akan diadakan Hari Jumat Agung (kematian Isa).

1. KASKUS
Ada salah satu akun yang menyempatkan diri berkeluh-kesah resah-mendesah, sharing akan Ujian Nasional yang sangat-sangat terkutuk.
Jika anda menyempatkan untuk meng-klik, foto itu akan mengantarkan anda ke thread tersebut, yang juga lengkap dengan sarkasme-sarkasme oleh para pemuda-pemudi sebaya dengan saya. Dan saya juga terkejut melihat pembelaan diri oleh Bapak Menteri:

Kami bisa memaklumi pembelaan nomor satu, dua dan nomor tiga. Lalu pembelaan nomor empat tentang "Soal yang belum ditemui dalam latihan," ? Berarti selama ini Try Out dan segala macam tes penjajakan itu cuma omong kosong?

Lantas, untuk apa kami beli segala macam buku-buku SIAP UN 2014 kalo ternyata penerbit juga tidak tahu-menahu akan soal yang disiapkannya berbeda dengan UN 2014 kelak?

Kalau Soal tentang Jokowi dikoar-koarkan perkara permainan politik, apakah soal yang berbeda di Buku SIAP UN juga merupakan permainan bisnis antara Kemendiknas dengan semua penerbit? Kami memang sulit mengerjakan "Olimpiade Internasional 2014" ini tapi kami merupakan generasi yang kritis.

Selanjutnya pembelaan nomor lima: "Adik2 yang sudah belajar tekun, kami yakin bisa mengerjakan meskipun sulit." BANG! Anda mengakui soal tersebut sulit, pada akhirnya. Jangan meremehkan angkatan kami. Kami merupakan angkatan yang tertekan akan banyaknya countdown, dan segala macam psy-war. Seperti Countdown Pemilu Legislatif, yang kami banyak yang dipaksa menjadi Pemilih Perdana tanpa tahu apapun politik. Countdown segala macam televisi tentang piala dunia yang semua orang nanti-nanti. Dan segala macam acara televisi yang membodohi kami. Saya yakin, saya hanya satu dari banyak orang yang tidak pernah menonton televisi (selain di warung makan dekat rumah atau kos-kosan) karena memberatkan untuk belajar.

Kami yakin bisa dalam mengerjakan karena angkatan sebelum-sebelum kami selalu mengatakan
"Tenang aja, UN lebih gampang dari yang kalian kira."

"Santai, try out cuma menakuti kalian. UN gampang kok."
Faktanya, angkatan kami terlalu terbuai dan kami terlalu yakin. Lalu apa yang akan angkatan kami katakan saat UN tahun depan yang akan dikerjakan adik-adik kelas kami?

"Santai aja, kamu ga bakal lulus."

"Tenang, UN emang susah jadi kalian bangganya waktu Try Out aja."

"Menteri pendidikannya lucu kok, santai aja. Kalian akan terhibur." 
 Bla-bla-bla..

2. UN mencerdaskan atau pembodohan?
Ada satu website yang juga sepertinya berpikiran seperti saya. Tapi bedanya saya capek membaca ratusan baris itu tanpa gambar lain. Ya namanya anak muda. Penulisnya adalah Erma Alfaritsi, Sekdept Kebijakan Publik KAMMI Bandung. Silahkan baca:



3. Petisi di Change.org
Saya menemukan satu petisi tentang penghapusan Ujian Nasional. Petisi itu lahir oleh para tetua cerdas, banyak jabatan "Prof." yang muncul di artikel tersebut. Petisi tersebut lahir dikarenakan Indonesia tetap tidak bergerak walaupun tetap membuat Standar Internasional di Ujian Nasional ini. Dan fakta yang paling saya benci adalah:

Saya adalah salah satu orang yang suka tersinggung jika Malaysia berada diatas Indonesia. Dan dalam perbandingan 3 tabel tersebut, Indonesia selalu berada di bawah. Tepuk tangan sarkasme untuk kemajuan pendidikan Indonesia..
Kalau ingin berpartisipasi, silahkan klik artikel tersebut.


Sepertinya surat terbuka ini semakin melenceng menjadi ajakan bagi teman-teman. Tapi tak apalah.
Saya minta maaf, apabila jabatan "Menteri Pendidikan" terlalu diolok-olok di surat terbuka ini. Tapi kami angkatan 2014 memerlukan kepastian dalam nasib kami. Jangan sampai ada berita: "Angkatan SMA 2014 lebih produktif, karena langsung memilih bekerja daripada mengulang Paket C."

Di dalam ketakutan, selalu ada banyak lelucon yang semata-mata sebagai penenang mental saat masa UN itu.

1. Menteri Pendidikan M. Nuh memang perlu di beri Air Bah. (dari kisah Nabi Nuh)
2. Saya waktu UN jawabannya cuma ngawur dua soal! Yaa, yang lainnya kira-kira~
3. Kata Mario Teguh lebih baik mendapat nilai 6 dengan usaha keras. Lha ini nilai 6 sampai kah?

When the Moon Fell in Love with the Sun

When the morning comes we will wake, and the sun will kiss your face.
And if you want to know the truth, I can say "You are my favorite part of everyday."
Oh, love ain't so tough, you will see. Just open up your arms to me, and don't make no vow you can't keep, and I'll lay my pride down at your feet.
Because neither the heavens nor the earth can equal what you're worth. I know you.

I would fall apart if I didn't have your heart. I know you would too.
We make our lives worth living when we love each other. Yeah, we can move the mountains with our love.
You whisper "I love you." in my ear, suddenly, I'm not scared. You've got me right where you want me and I will stay here, because when you tell me you love me, suddenly, I'm not scared.
We make our lives worth living when we love each other.




Mungkin karena malamnya aku mengirim kata-kata seperti ini.

coba klik gambar itu..

Are You a Mirror? (Or a Window?)

Oh little baby you are fragile and weak, so I will hold you til you fall asleep. I look inside you and I see myself. I will love you, I will try and be strong, though, my bones are aching and my days are long. You'll look inside you and I see myself.
And one day, you will look me straight in my eyes and judge me for the things I've been in your live. I hope you love me when you know me well, because I look inside you and I see myself.

 

Little Memo

Aku memiliki gadis yang aneh. Dia suka menulis beberapa memo lalu dia akan mengirim screenshot memo itu ke orang yang bersangkutan.

"Mungkin lebih enak nulis di memo trus di screenshot, daripada nulis panjang-panjang di chat trus ilang~"
Kata-katanya selalu indah. Kalau aku produser, aku akan membuat semua memo itu menjadi lirik. Ibaratnya dia Taylor Swift, aku produsernya. Tapi dia bukan Taylor, dia Suzuki. Suzuki Swift. Bahahah.
Kata-katanya selalu indah. Anehnya kata dia, dia tidak terlalu suka membaca. Padahal kata satu seminar penulisan puisi, kata-kata indah akan bisa tertuliskan oleh tangan secara otomatis ketika kita terbiasa membaca buku referensi dengan banyaknya kalimat-kalimat ajaib disana. Itu hal aneh yang kutemukan di dirinya. Lalu semua 'cangkeman' pembicara di seminar itu dipatahkan dengan gampangnya oleh gadis ini. Dan aku menerima ada apanya. Yay!

Lalu aku sudah meminta izin padanya untuk mem-publish setiap memo menarik yang ia kirim kepada ku. Karena aku yakin dia punya bakat untuk menulis sesuatu.
Seperti Ajeng yang ketika dulu dia dekat denganku ku tuntut untuk menulis sesuatu di blog nya, walaupun hanya sekedar nananina~
Seperti Sela yang aku melihat potensinya, dan blog nya membuatku kagum. Space Carrousel.

Dulu 2, sekarang 1. Revolusi.

Ada banyak hal yang tertulis di artikel ini. Mungkin mayoritas tulisan disini hanyalah keluh-kesah belaka akhir-akhir ini. Ada banyak hal yang membuat banyak orang prihatin akhir-akhir ini. Konkret nya? Terlalu banyak countdown yang dilakukan Indonesia (terlebih media di Indonesia). Mulai dari countdown entertain seperti World Cup, hitung mundur pemilu yang aku yakin belum tentu sesuai dengan asas-asas yang di sepakati suatu hari itu. Dan hal yang paling penting bagi teenagers di bulan April ini... Hitung mundur ujian nasional. Umpatilah dirimu sendiri, ketika anda seorang remaja berusia sekitar 17 sampai 19 tahun (sembilanbelas untuk para pengecualian) dan anda sedang membaca artikel ini di awal April (sebelum tanggal 14), Anda membuang-buang waktu. Mirisnya, saya lebih membuang waktu.

Hal lain mengenai, mengapa artikel di blog ini semakin jarang update:
Tolong mengertilah, aku sedang dalam tekanan oleh countdown yang dicecarkan oleh setiap orang di negara ini berbahasa ini. Salah satu alasan lain, aku terlalu gaptek. Aku tidak mengerti perkembangan terakhir because I uninstalled Twitter (aku memakai bahasa inggris, karena bahasa Indonesia sedikit wagu ketika di campur-campur), padahal satu-satunya aplikasi yang bisa untuk sharing artikel-artikel di blog ini adalah Twitter. Facebook sudah basi. Whatsapp, hanya orang konyol. BBM? Mungkin cuma sekedar chatting sudah cukup. LINE! Asalkan sadar, aplikasi itu sudah berubah menjadi spammer dunia sosial media. Karena banyaknya aplikasi games di bawah asuhan LINE. Instagram? Tolonglah.. Itu tidak lucu.
Beberapa teman bilang, aku perlu sharing di sosial media seperti Path. Masalahnya, aplikasi itu terlalu membunuh ponsel yang aku miliki saat ini. Apalagi ada teman yang menyarankan untuk publish di Ask.fm, dan aku langsung balik bertanya apakah dia sehat..

Dan jalan terakhir kembalilah ke asal. Karena manusia tidak boleh serta-merta melawan kodrat untuk kembali ke asal. Seperti anak yang akan kembali ke pelukan Ibu. Seperti gadis yang kembali ke memori indah bersama kekasihnya.


Celetukan tentang gadis di kalimat terakhir di atas segitiga hitam itu, mengingatkanku bahwa sebenarnya ada seorang gadis yang membujukku untuk menulis lagi di sela-sela kesibukanku. Anehnya, gadisku ini tidak terbiasa membaca tulisan-tulisan serta kalimat panjang seperti ini. Lalu Ia memilih untuk menenangkan otaknya, lalu tertidur.

Gadis ini.. Gadis yang..
Sebenarnya aku ingin berduet untuk menulis artikel ini. Karena sejatinya dia memiliki kosakata yang lebih banyak daripada ku. Aku mengakuinya, karena setiap random moment, She had sent something that will make me melted. Lihat? Aku sadar ada yang hancur dengan grammar ku. Tapi gadis ku, dia lebih.

Berkaitan dengan judul itu, sang gadis lah yang menyarankan. Karena kedua dari kami menemukan banyak kesamaan. Ibaratnya kamu menyukai cermin. Seperti puisi The Strange Feeling to Love Ourself.




Aku kehabisan kata-kata karena waktu penulisan artikel ini PC yang kugunakan untuk mengerjakan artikel ini mendadak error. Tapi, masih ada beberapa artikel untuk gadis ini. Soon.

Almost Diary, Barely Monologue.

Menjadi pribadi adalah hak orang itu sendiri. Banyak sekali orang-orang yang sudah pernah saya temui. Dalam hal ini, saya menjadi subjek yang menganalisis. Saya punya cukup banyak teman di masa remaja ini, karena saja luar kota adalah alasan utama kenapa saya punya tambahan teman yang plus-plus.

Baiklah saya mengenalkan diri. Saya adalah pengecut. Lelaki tua berumur muda. Bukan karena 29 Februari adalah ulang tahun saya, yang notabene hanya (sahih) dirayakan empat tahun sekali. Tapi itu salah satu cita-cita, kelak saya ingin mempunyai anak perempuan di tanggal itu. Supaya apa? Menurut saya gadis-gadis remaja masa kini terlalu ditakuti akan 'harusnya' pesta Sweet 17th diadakan ketika menginjak umur dewasa itu. Pesta norak, pakaian formal, disco time di penghujung acara. Ew..
Disco time? Apa segala tarian-tarian tak beraturan dan lagu jedag-jedug itu merupakan tolok ukur seorang gadis telah dewasa? Tolonglah.. Siapapun! Siapapun bantu saya mengubah pola pikir makhluk yang membuat Adam juga berdosa! Saya tidak merendahkan perempuan di paragraf ini. Saya cuma mengingatkan; Emansipasi Wanita adalah upaya Kartini, orang jepara itu, untuk menyejajarkan kaum perempuan dengan kaum lelaki. Menyejajarkan, bukan mengungguli. Kalian kaum wanita ingin jadi Barbie? Super Woman? Cat Woman atau apalah. Terserah. Kata orang Jawa: empan papan. Perempuan juga masih harus tahu aturan. Bagaimana bisa orang tua mengeluarkan uang begitu banyak untuk acara norak untuk anak gadisnya yang menginjak usia tujuhbelas, dengan acara disko di akhir acara? Di depan mata orangtua, memamerkan polah-polah ra genah? Please.
Itu sebabnya aku ingin punya anak gadis di tanggal langka itu. Supaya aku merayakannya di saat anak gadisku berusia 58 tahun (jika di KTP harus ditulis 28 Februari). Cukup tua untuk tidak lagi membikin malu orangtuanya dengan acara biadab itu.

Sebagai siswa SMA, yang katanya masa-masa terindah, saya cukup banyak memiliki relasi dengan teman. Sejatinya banyak remaja saat ini sayang sekali dengan sahabatnya. Sahabat? Menurut saya istilah sahabat, BFF, konco kenthel, dan sebagainya itu terkesan memilih-milih. Baiknya saya mengaku bahwa saya tidak punya sahabat tetap di masa SMA. Sebut saja saya teman parasit. Parasit maupun benalu, samakan sajalah. Benalu yang hidup mengambil kehidupan inangnya. Memanfaatkan inangnya. Baiknya, benalu masih setia dengan inangnya.
Tetapi saya bukanlah teman musiman, yang datang seperti musim layang-layang. Haha, tarik ulur saja para pemain layang....




Maaf, post ini sebenarnya sudah kutulis di bulan Februari awal, dan aku lupa hendak menulis apa. Tapi biarlah judul menjadi judul. Anggap saja ini sebuah artikel ngantuk. Kalau Anda perempuan dan Anda membaca paragraf kedua tersinggung, maafkan. Sejatinya aku dalam kondisi kosong saat itu.

Ungkapan hati, analogi.

Suatu saat di pelajaran biologi, aku ingin membuat puisi. Terjadilah:

Kamu indah seperti ngengat.
-pengecut

Apa yang kalian pikir? Seekor ngengat, yang iyuhable? Iyuh yang di -able kan? Guru Biologi ku kala itu sedang membahas efek revolusi industri di Inggris, yang membuat ngengat itu tampak lebih buruk dari yang sebenarnya.

Keburukan rupa ngengat saat ini bukanlah salah mereka saat ini maupun salah mereka saat itu (revolusi industri). Karena ngengat cuma beradaptasi, mereka menyesuaikan diri dengan kondisi. Bukan memburukkan rupa semata-mata karena iseng, bukan! Dan yang ingin aku sampaikan dalam seecret puisi tai itu adalah ... Kita tidak boleh mengatakan suatu keburukan yang kita lihat saat ini, sejatinya kita harus tahu dulu seperti apa dirinya dulu. Dulu. Karena semua indah pada "waktu" -nya.

Aku juga membuat sebuah ungkapan baru (menurutku):

Bukan salah Ibu mengandung, salah Bapak lupa pakai kondom. (?)

Intinya, kita harus saling menerima.

Pernahkah kamu terlalu takut, sampai-sampai kau menjadi orang lain? Duapuluhenam Februari, kuakui aku gila. Malam itu, aku bertemu seorang gadis yang menyukaiku, dan aku juga berkeputusan untuk menyukainya. Bahkan membuat dirinya menjadi gadis yang aku cintai sampai akhirnya.
Aku lah tipe orang yang bisa membuat orang yang menyukaiku menjadi sangat menyukaiku. Terima kasih untuk gen Bapak dan Ibuk yang saling bergabung. Tapi aku ini hanya apalah..
Di pertemuan malam itu, kami dekat. Entah kenapa aku bukanlah aku saat itu.

"Kenapa e?" tanyanya. Kala itu aku mencuri pandang dan mata kami dipertemukan di suatu ruang hampa. "Kita selalu tersenyum ketika mata kita saling bertemu."

"Haha.. Mata kita saling berbicara." senyumnya lagi. Senyumnya tidak manis, tapi dia yang manis. Gadis itu bukan tipe perempuan yang dipandang indah oleh lelaki lain. Tidak, kecuali Ayahnya dan diriku.

"Tidak. Matamu lebih dari berbicara. Matamu juga mendengar, sedangkan mataku tuli." ucapku, setelah dia bisa membaca semua hal tentangku dari bola lendir rapuh ini. Dan setelah semua hal yang kami lakukan sebelumnya, Truth Game.

"Kenapa kamu ga bisa membaca aku?" tanyanya lagi polos. "Entahlah.." mungkin bio Twitternya yang berkata ketika aku melihat, aku berpikir sangat luas memang sahih dan benar adanya.

Gadis itu hampir memiliki semua yang aku punya. Sifat, kebiasaan, pergaulan. Itu kenapa dia dan aku sering mengatakan "Kita sehati.." Aku suka ini, dia juga. Dia suka itu, aku juga suka tapi tidak terlalu. Dia gadis yang istimewa untukmu!! Ya, dia istimewa. Tapi ketakutan terbesarku di dunia ini adalah diriku. Pernahkah kamu membayangkan ketika kamu takut akan dirimu, dan ada orang yang mirip denganmu? Aku ketakutan, aku tidak bisa mengingkari kalau aku menyukai dan takut terhadapnya. Dia terlalu spesial, shit.

Apa? Ada hal yang ganjil dengan foto negative yang di BW, Threshold kan? Apa kamu tidak bisa menikmati keindahannya? Menurutmu, apa itu indah? ... Ya, cuma bekal untukmu berpikir.


Banyak orang berkata, "Carilah Tuhan ketika kamu kebingungan." Nggih, aku nggoleki Gusti. Dimana orang jawa memanggil Tuhan dengan sebutan Gusti, seperti bangsa Yahudi memanggil Tuhan dengan sebutan YHWH, sebuah nama yang sulit diucapkan, karena Tuhan pun juga sulit ditemukan. Aku mencari Gusti di kos-kosan nya. Malam itu, kira-kira pukul 10 malam lewat. Temanku, bernama Gusti. Aku pikir dia sosok yang memang berpikiran jejeg. Pengalamannya imannya terlalu banyak. Refleksinya terlalu mendalam. Gambling orangtua nya terbayar ketika mereka memutuskan untuk memanggil anak mereka dengan sebutan spesial orang Jawa terhadap Tuhan.

Aku bercerita bahwa aku adalah sosok yang lebih memilih pesimis. Banyak orang bilang pesimis adalah hal negatif. Nay. Positifnya, orang pesimis akan memikirkan hal yang terburuk sebelum dia melakukan suatu hal. Lalu aku bercerita tentang gadis yang kutemui malam itu. Juga tentang diriku yang ada di dalam dirinya, yang sangat kutakuti itu.

"Nek kowe wis mutuske yen kowe seneng de'e, yowis di tampa! Jare pesimis memikirkan hal terburuk?" ungkapnya. Bayangkan Tuhan menjawab dengan ngotot seperti Gusti? Gusti Almighty saat ini, bukan Bruce Almighty ataupun Nara Almighty.

"Satu hal sing aku entuk saka bakul es ning resto PKL kae cuk.. Kowe ra bakal nemu pasangan sing sempurna nggo kowe. Kuwi sebab e, aku nyembah-nyembah njaluk kontak wedok sing tak delete. Kuwi mau! Awan kuwi mau!"

Betapa bodohnya aku. Aku sekarang ingin mencoba menerima apapun tentang gadis itu.

"Kowe kudu ngerti exposition ku tentang pacaran nggo ujian praktek bahasa inggris mau. Pacaran itu bukan mencari, tepatnya saling mengenal. Menyatukan dua individu dengan ideologis yang berbeda (bahkan bertubrukan), menjadi suatu komitmen diantara kedua insan itu."

"Nah saiki kowe meh piye?" Tanyanya mengembalikan seluruh kekuasaan kembali ke diriku. Lalu, aku ingin menerima. Tapi yang masih kubingungkan.. Bagaimana caranya aku tidak takut akan diriku yang berada dalam dirinya?

Lucu sekali ya? Ada istilah semesta mendukung. Dimana semesta akan mempersiapkan segalanya lalu mendukung capaian kita. Dan apabila semesta amat sangat gaul, dia (semesta) memiliki akun media sosial dan kebetulan melihat post ini, aku harap dia berkenan.

Pagi dimana semua hal mulai terlupakan
27 Februari pagi,

Pengecut

Dustentine's Day

Cerahnya pagi berbeda.
Kicau burung, kokok ayam tak ada.
Ada apa? Masih subuh kah?

Benda halus ini mengusik,
sama seperti kau bersisik.
Halus, kesat, mematikan.
Apa ini? Pasir kah?

Abu dimana-mana
Apa? Atau malah siapa?
We are only dust in the wind, kan?
Siapa yang mati?
Saja, Siapa saja?

Kabung berkabung,
gunung tidak lagi merenung.

Ini pertama kali hujan abu yang kualami, setelah sebelumnya gempa yang kurasakan (yang kukira vertigo ku kambuh). Mengingat kondisi seperti ini, aku mencari masker. Tapi sepertinya tidak terlalu berguna. Masker yang kupakai terlalu kecil untuk hidung panjangku ini. Marilah menyatu dengan alam.

Banyak orang yang bercanda, lalu menerima teror cyber-bullying. Karena menurutku, salah satu alasan kenapa mereka tetap bercanda di saat bencana, mereka cuma ingin mengurangi tekanan atas ketakutan kemungkinan kematiannya.


Valentine pagi,

Pengecut

Is She he, or is She she?

Ga ada yang salah di dunia ini. Yang salah cuma satu. Koruptor.

Salah pikir, salah idealis, salah kelakuan. Semuanya salah! Terlebih ketika membaca secercah paragraf yang tidak jelas. Salah besar. Karena saya sedang pemanasan mencari awalan untuk paragraf-paragraf lain.
An - da - Sa - Lah! Haw - Haw !


Menjadi manusia itu penuh dengan dualisme. Aku-kamu. Kita-mereka. Lelaki-perempuan. Tapi apalah kita tanpa dualisme? Tanpa dualisme kita perlahan akan sirna dalam kegelapan dubur ayam. Percaya lah, dubur ayam lebih menjijikkan daripada gelapnya kesendirian tanpa suatu -isme yang di-dual-kan. Dualisme.
Apalah Aku tanpa kamu. Ya kan? Kata kamu tak akan pernah terucap ketika hanya ada Aku saja.
Apalah Kalian tanpa mereka. Ho'oh to? Kata mereka tak akan pernah terbisikkan tanpa Kita. Kita yang berkumpul--ngrasani--mereka.
Apalah arti Lelaki tanpa perempuan. Isn't it? Tanpa perempuan tak akan ada yang melahirkan lelaki. Tanpa Hawa, Adam tak akan mengerti ketelanjangan tubuhnya. Tanpa Adam pula, Hawa tak akan ada. Ingat bahwa perempuan adalah rusuk lelaki?
Bahagialah pada dualisme.


Sebagai lelaki, kita setidaknya selalu berhubungan dengan perempuan. Bahkan, kaum Gay pun pasti dekat dengan perempuan, setidaknya sebagai teman pencerita, teman curhat istilahnya. Pengecut ini dilahirkan di keluarga tanpa lelaki, semua sepupu adalah perempuan. Iri kenapa sebagai lelaki satu-satunya pernah kualami saat kecil. Waktu itu aku belum bisa cebok, dan Mbak Inez sudah. Aku dulu berharap kenapa aku tidak dilahirkan sebagai perempuan supaya bisa cebok. Lambat laun, aku sadar. Hidupku nonsense.

"Ngopo kok lanang sing melambai mesti nduwe bojo? Padahal melambai lho!" Terkadang, perempuan lebih nyaman dengan lelaki melambai. -Gusti

Sejatinya, meskipun memiliki banyak teman heterogen, tapi komunikasi dengan betina lebih banyak ku lakukan. Apakah aku melambai? Ah, tidak. Aku membedakan betina dengan jantan. Jantan untuk bermain, tapi jangan melupakan betina. Jago untuk bersenang-senang bersama, tapi babon jangan lupa diberi perhatian. Ya tadi itu, dualisme kan?

Menjadi lelaki itu susah. Lebih mudah jadi bocah.

Beranjaknya pribadi bodoh ini membuatku perlahan-lahan tidak suka dengan perempuan. Bukan menjurus ke ketertarikan seksual, tapi aku benci perempuan. Dari ingin menjadi Pastur sampai cita-cita ingin punya lima anak lelaki, pandawa. Tetapi mata ini lebih sadar daripada otak. Sebagai lelaki, ketertarikan mata terhadap suatu gumpalan lemak yang sekel tidak bisa terelakkan. Aku mulai menyukai gadis-gadis. Berhubungan lah waktu itu.

"Mung ana loro sing Ayu ning donya iki. Ibuk ku, karo Dawet Banjarnegara." -Pakdhe

Sebenarnya, cerita ini menyentil pikiranku karena aku baru saja mendengar sampah Gusti, dan baru saja menemani gadis yang tak sengaja ku kenal di sebuah tempat.
Sudahlah, aku mabuk. Dimabuk dini hari.

Malam terlalu Pagi

Malam bertambah malam. Pagi terlalu pagi.

Karena sejatinya pikiran kita kala dini hari adalah pikiran yang tak terhentikan. Liar, brutal, beringas. Torehkan apa yang ingin dikeluarkan oleh kalian. Lawan semua rasa ngantuk. Berbahagialah dalam ketersiksaan. Kamu tidak bermimpi, kamu ingin menuliskan mimpimu.

Cintailah dini hari!

Orang kecil berbahagialah dalam ketiadaan.

Ketertarikanku akhir-akhir pada bio twitter yang ku tulis. Aku menyukai kata-kata itu. "Orang kecil kembalilah dalam ketiadaan." Kata-kata Soe dalam menit-menit terakhir menuju kredit di film GIE. Soe Hok Gie, pemikirannya beringas di awal, benar di perjalanan, miris di akhir. Itu yang kurasakan dalam perjalanan film itu.

Posisi yang tepat di mata khalayak umum adalah puncak apalagi sentral. Berbeda dengan pandangan orang umum. Posisi paling cocok untukku adalah bawah ataupun tepi. Di sana kutemukan bahwa sejatinya aku tercipta (entah) untuk posisi itu atau di posisi tersebut.

Beberapa orang tidak bisa memimpin, tapi beberapa orang lebih bisa mempengaruhi. Suatu kebetulan apabila aku tidak pernah menjadi posisi sentral. Kala itu aku bisa saja menjadi anggota OSIS, wali kelas tidak merekomendasi. Lain waktu aku bisa saja menjadi ketua kelas, kebetulan wali kelas lebih memilih menjadi sie kebersihan. Beberapa saat mereka mendukungku dalam suatu pekerjaan. Ya aku sanggupi tapi tidak maksimal, karena saat itu pula aku mulai menyukai individualis dalam pekerjaan (yang aku bisa). Tidak semua kuiyakan. Lalu beberapa kesempatan aku menepi. Kebetulan juga aku bisa menjadi seorang pemimpin dalam suatu kelompok, dan kala itu aku belum menyadari posisi favoritku: tepi.

Tapi kalau kebetulan itu terlalu banyak dan kebetulan-kebetulan itu saling berkaitan, apakah kebetulan itu kebetulan? Atau lebih ke suatu yang sudah ditorehkan oleh Hyang Suci?

Sifat dasar manusia generasi ini adalah cari nyaman. Begitu pula denganku. Tapi beberapa orang pula cari enak. Enak, berbeda dengan nyaman. Enak, ketika kau mendapat posisi yang memberimu sentral dalam segala hal, tapi terancam dalam memutuskan. Nyaman, apabila kau memiliki posisi yang membuatmu leluasa dalam segala hal, tapi selalu menerima resiko di atas.

Enak itu orang-orang atas.
Nyaman itu orang-orang bawah.

Enak itu Goliath.
Nyaman itu Daud.

Mereka--kami. Aku senang apabila pikiran-pikiranku ini bisa menghibur mereka yang di atas, apalagi bisa mempengaruhi keputusan di atas. Pernah ku berbicara saat pelatihan Pasus (Pasukan Khusus) kala itu aku ditanyai akan jadi apa dalam sebuah organisasi. Wakil ketua, jawabku. Dan aku baru menyadari arti itu.

How does it feel
with no direction home
like a complete unknown,
like a rolling stone?

Lirik dari Bob Dylan pun juga menyentil telingaku. Seperti anon yang komplit. Seperti batu yang berguling. Ya kan? Yang kusukai dari anon adalah peka, di satu sisi orang yang tidak peka tak akan tahu jika kalimat yang dilontarkan untuknya adalah nyinyir atau tidak.

-Pengecut