Diskusi Bapak dengan Anak, kini.

Mengingat betapa bodoh sekaligus pintarnya Ayah yang kumiliki, lalu melihat kilas balik "dialog bapak dengan anak, dulu," lalu aku ingin menunjukkan kepada kalian:

Mungkin bisa di klik kalau-kalau tidak kelihatan percakapannya.

Ketika kita dihadirkan di suatu kondisi dimana kita terbingungkan, kita perlu bertanya pada seseorang. Seseorang yang kita percaya. Entah itu pacar, entah itu teman dekat, entah itu kakak-adik, tapi yang paling cocok adalah orang tua.

Keluarga ku adalah keluarga lucu. Mungkin bisa semacam The Simpsons atau Family Guy, yang jelas tidak seperti keluarga cemara yang terlalu menye-menye. Untuk segala hal tentang relasi, Ibuk adalah orang terhebat. Relasi begitu macam segi manusia. Jadi Ibuk adalah orang tua yang selalu ingin tahu keadaan anak-anaknya, seperti
Saiki cedak karo sopo dek? Nek isa kekancan sik, ora aneh-aneh, fokus sinau sik.

Bocahe koyo piye? Sekolah ngendi? Keluargane piye?

Yang aku bingungkan, ketika Ibuk dihadirkan di suatu kondisi sebuah Emporium (Cafe) lalu ketika membayar bertemu dengan seorang Wanita yang bermasalah dengan kasirnya, lalu mereka bisa ngobrol panjang.
Hal lucu tentang Ibuk adalah: ketika Ibuk melihat perempuan yang kira-kira sebaya dengannya, dengan badan yang hampir sama gendutnya,
"Dek, Ibuk sama yang itu gendut mana"
 Dan hal yang tidak lama terjadi, aku ajak beliau ke Watu Gong lalu ada Ibu muda yang selfie dengan ponsel pintarnya. Ibuk dengan ponsel seadanya juga gamau kalah untuk selfie. Lalu? Lalu minta tolong anaknya memotret momen itu. Haw-haw


Sedangkan Bapak adalah orang tua dengan segala hal tentang kejeniusannya, dan kebodohannya tentu.. Untuk berbagai macam diskusi, ada baiknya dengan Bapak. Diskusi agama; pengambilan keputusan seperti sekolah maupun hal kecil seperti email di atas. Berbeda dengan Ibuk yang hadir untuk diskusi keuangan.

Hal yang paling tidak bisa terlupakan, kala itu aku menyukai sekali cerita wayang. Bahkan saat itu diluar kepala tentang semua ceritanya. Dari Arjunawiwaha sampai Arjuna, dari Ramayana sampai Mahabaratha, segala hal tentang jawa aku mengerti saat itu, kecuali kejawen. Lalu ada satu tokoh yang kucermati.
"Pak, kenapa Bima selalu ngomong basa jawa ngoko ke semua orang? Sama Kunthi pun dia begitu.."
"Di cerita wayang, banyak hal mengenai kehidupan. Tentang yang kamu tanyakan, Wrekudara bicara ngoko ke semua orang karena di cerita itu diajarkan kesetaraan. Wrekudara berharap semua di dunia ini setara satu sama lain. Tidak ada saling rebut kekuasaan atau saling sok berkuasa."
Setara. Begitu katanya. Lalu aku dipertemukan yang menyuarakan kesetaraan: FSTVLST. Dan kesetaraan itu membahagiakan.

Aih mabuk, kenapa sampai band?

Kalau kalian memperhatikan banyak keluarga yang "setara" tapi kebanyakan juga mereka mempunyai masalah keluarga. Kami berbeda. Kami benar-benar setara. Kami setara tapi masih menjaga tata krama. Coba saja lain waktu ketika bertemu.

Like Father, Like Son. Slogannya begitu, dan kenyataannya begitu. Kami berdua sama-sama "bodoh" dan kebetulan jenius. Walaupun jurusan bapak sosial, dan aku ilmu pasti, tapi segala hal yang bapak pelajari dalam kehidupannya bisa selalu menjawab pertanyaan-pertanyaan anaknya.


 Doesn't like Father, doesn't like son.

Leave a Reply