Is She he, or is She she?

Ga ada yang salah di dunia ini. Yang salah cuma satu. Koruptor.

Salah pikir, salah idealis, salah kelakuan. Semuanya salah! Terlebih ketika membaca secercah paragraf yang tidak jelas. Salah besar. Karena saya sedang pemanasan mencari awalan untuk paragraf-paragraf lain.
An - da - Sa - Lah! Haw - Haw !


Menjadi manusia itu penuh dengan dualisme. Aku-kamu. Kita-mereka. Lelaki-perempuan. Tapi apalah kita tanpa dualisme? Tanpa dualisme kita perlahan akan sirna dalam kegelapan dubur ayam. Percaya lah, dubur ayam lebih menjijikkan daripada gelapnya kesendirian tanpa suatu -isme yang di-dual-kan. Dualisme.
Apalah Aku tanpa kamu. Ya kan? Kata kamu tak akan pernah terucap ketika hanya ada Aku saja.
Apalah Kalian tanpa mereka. Ho'oh to? Kata mereka tak akan pernah terbisikkan tanpa Kita. Kita yang berkumpul--ngrasani--mereka.
Apalah arti Lelaki tanpa perempuan. Isn't it? Tanpa perempuan tak akan ada yang melahirkan lelaki. Tanpa Hawa, Adam tak akan mengerti ketelanjangan tubuhnya. Tanpa Adam pula, Hawa tak akan ada. Ingat bahwa perempuan adalah rusuk lelaki?
Bahagialah pada dualisme.


Sebagai lelaki, kita setidaknya selalu berhubungan dengan perempuan. Bahkan, kaum Gay pun pasti dekat dengan perempuan, setidaknya sebagai teman pencerita, teman curhat istilahnya. Pengecut ini dilahirkan di keluarga tanpa lelaki, semua sepupu adalah perempuan. Iri kenapa sebagai lelaki satu-satunya pernah kualami saat kecil. Waktu itu aku belum bisa cebok, dan Mbak Inez sudah. Aku dulu berharap kenapa aku tidak dilahirkan sebagai perempuan supaya bisa cebok. Lambat laun, aku sadar. Hidupku nonsense.

"Ngopo kok lanang sing melambai mesti nduwe bojo? Padahal melambai lho!" Terkadang, perempuan lebih nyaman dengan lelaki melambai. -Gusti

Sejatinya, meskipun memiliki banyak teman heterogen, tapi komunikasi dengan betina lebih banyak ku lakukan. Apakah aku melambai? Ah, tidak. Aku membedakan betina dengan jantan. Jantan untuk bermain, tapi jangan melupakan betina. Jago untuk bersenang-senang bersama, tapi babon jangan lupa diberi perhatian. Ya tadi itu, dualisme kan?

Menjadi lelaki itu susah. Lebih mudah jadi bocah.

Beranjaknya pribadi bodoh ini membuatku perlahan-lahan tidak suka dengan perempuan. Bukan menjurus ke ketertarikan seksual, tapi aku benci perempuan. Dari ingin menjadi Pastur sampai cita-cita ingin punya lima anak lelaki, pandawa. Tetapi mata ini lebih sadar daripada otak. Sebagai lelaki, ketertarikan mata terhadap suatu gumpalan lemak yang sekel tidak bisa terelakkan. Aku mulai menyukai gadis-gadis. Berhubungan lah waktu itu.

"Mung ana loro sing Ayu ning donya iki. Ibuk ku, karo Dawet Banjarnegara." -Pakdhe

Sebenarnya, cerita ini menyentil pikiranku karena aku baru saja mendengar sampah Gusti, dan baru saja menemani gadis yang tak sengaja ku kenal di sebuah tempat.
Sudahlah, aku mabuk. Dimabuk dini hari.

Leave a Reply